Sembilan Proyeksi Politik Nasional Ala Ketum PPP

Jum'at, 15/09/2017 21:13 WIB

Jakarta - Indonesia akan menghadapi sembilan megatrend atau proyeksi sembilan kecenderungan politik nasional sepanjang lima Pemilu ke depan. Dimana, demokrasi Indonesia di era reformasi diliputi suasana naik dan turun.

Hal itu sejalan penyempurnaan dan penataan lembaga negara, demokrasi Indonesia dibayangi destabilitas, seiring pendapatan per kapita nasional yang masih di bawah 4.000 dollar AS, angka empirik berdasarkan studi lintas negara yang merupakan batas stabilitas demokrasi.

Demikian disampaikan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy (Romi), di depan sidang Konsolidasi Keilmuan Pasca Sarjana yang digelar Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana, di  Gedung Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Jumat (15/9).

Romi menjelaskan, sembilan megatrend politik nasional itu adalah, pertama, menguatnya konservatisme, yang ditandai dengan terpilihnya Donald Trump, keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan aksi demo 212 yang berlanjut pada penghadap-hadapan pemerintah terhadap kepentingan umat Islam.

Kedua, partisipasi politik semakin turun, yang ditandai terus menurunnya partisipasi pemilih dalam pemilu dari 92,7% (1999) menjadi 75,11% (2014).

Ketiga, demokrasi prosedural yang semakin terkonsolidasi, ditandai makin berkurangnya jumlah parpol penghuni parlemen hasil pemilu dari 20 parpol (1999) menjadi 10 parpol (2014). Diferensiasi dan konsolidasi politik bisa terjadi masa mendatang.

Menurutnya, bisa saja pengelompokannya semakin sosiologis, saya singkat 4M, Muslim yang terdiri atas PPP, PKB, PAN, PKS, PBB; Marhaen adalah PDIP; Modal yaitu PG, Nasdem, dan Hanura; serta Militer yang hari ini adalah PD, Gerindra, dan PKPI, jelas mantan Ketua Komisi Pertanian DPR ini.

"Tapi bisa juga pengelompokannya semakin ideologis, katakanlah menjadi Muslim Tradisionalis yaitu PPP dan PKB, Muslim Modernis adalah PAN, PKS, dan PBB, Nasionalis kanan terdiri atas PG, Gerindra, Nasdem, PD, PKPI, serta Nasionalis kiri yang berisi PDIP," katanya.

Megatrend kelima adalah kecenderungan pertarungan politik yang semakin pragmatis alih-alih ideologis. Dimana, politik uang semakin menentukan kemenangan pertarungan politik.

"Akibatnya, megatrend keenam adalah terjadinya korupsi politik yang semakin massif," kata Romi.

Megatrend ketujuh, lanjut Romi, adalah politik yang semakin berbasis citra diri dan propaganda, bukan gagasan atau kerja nyata.

"Ke delapan, dengan semakin politik berbasis citra dan berbiaya tinggi sesuai tingkatannya, maka semakin banyak lahir pemimpin dadakan yang tidak meniti karir politik dari bawah, atau pemimpin yang meniti karir secara non partisan," tegas anggota Komisi Keuangan DPR ini.

"Akibat semuanya, itu maka megatrend kesembilan adalah, loyalitas politik semakin dominan kepada pribadi pemimpin, bukan kepada institusi partai. Yang terjadi adalah personalisasi dan sekaligus deinstitusionalisasi kepemimpinan. Lihat saja hasil exit poll Pemilu 2014, contrengan kepada caleg lebih tinggi dibanding contrengan partai," tegasnya.

TERKINI
Terinspirasi Lagu Taylor Swift di TTPD, Charlie Puth Segera Rilis Single `Hero` Tak Mau Punya Anak, Sofia Vergara Lebih Siap Jadi Nenek Raih Nominasi Aktor Terbaik di La La Land, Ryan Gosling Akui Sebuah Penyesalan Gigi Hadid Beri Bocoran Double Date dengan Taylor Swift dan Travis Kelce