Kutuk Pembantaian Rohingya, DPR: Kejahatan HAM Harus Dihentikan
Kamis, 31/08/2017 15:00 WIB
Jakarta - Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer dan kelompok ekstrimis di Rohingya Myanmar menuai kecaman. Kejahatan kemanusiaan itu harus segera dihentikan.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III
DPR Nasir Djamil, di Gedung
DPR, Jakarta, Kamis (31/8). Nasir mengutuk keras kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer tersebut.
Menurutnya, pembakaran kampung-kampung, pembunuhan warga khususnya anak-anak dan wanita merupakan kebrutalan yang mengarah kepada pembersihan etnis alias genosida yang termasuk kedalam kejahatan HAM berat.
"Pemerintah
Myanmar telah mempertontonkan salah satu bentuk kejahatan serius di muka bumi ini. Karena itu Atas dasar kemanusiaan, sudah seharusnya pembantaian yang mengarah pada genosida tersebut dihentikan dan diusut tuntas," tegas Nasir.
Nasir menyayangkan tidak ada langkah kongkret dari dunia baik itu PBB maupun ASEAN untuk memproses dan menghentikan pembantaian tersebut. Sebab, konflik
Rohingya yang berujung pada pembantaian kelompok muslim di
Rohingya sudah berlangsung lama.
Untuk itu, Nasir menyerukan agar ada langkah-langkah kongkret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk dapat mengakhiri kejahatan HAM berat di
Myanmar tersebut.
"Pemerintah dapat melakukan upaya diplomatik dengan mengultimatum Kedutaan Besar
Myanmar di Indonesia agar Pemerintahan
Myanmar menghentikan pembantaian. Apabila ultimatum tidak diindahkan, maka Duta Besar
Myanmar harus diusir dari Indonesia sebagai bentuk protes keras. Termasuk juga memanggil duta besar Indonesia untuk
Myanmar," tegasnya.
Lalu, kata Nasir, pemerintah dapat mendorong PBB maupun ASEAN membentuk tim khusus untuk melakukan pencarian fakta sekaligus menjadi penjaga kedamaian dan melindungi kelompok minoritas muslim di
Rohingya.
Apalagi, telah ada kelompok Militan Tentara Penyelemat
Rohingya Arakan (ARSA) yang melakukan perlawanan ke militer
Myanmar, sehingga jika dibiarkan berkonflik, maka akan semakin membuat rumit konflik di
Rohingya, sementara warga muslim biasa hanya akan menjadi korban.
"Pemerintah dapat mendorong komunitas internasional khususnya ASEAN untuk mengembargo
Myanmar baik secara diplomatik maupun ekonomi. Embargo tersebut lazim diterapkan untuk menekan negara yang melakukan kejahatan kemanusiaan," katanya.
Selain itu, politisi PKS tersebut juga mendorong agar lembaga pemberi Nobel di Oslo Norwegia, mengevaluasi kembali bahkan mencabut pemberian hadiah Nobel perdamaian kepada tokoh
Myanmar, Aung San Suu Kyi yang diam saja atas pelanggaran HAM di
Rohingya.
"Diamnya Aung San Suu Kyi dinilai sebagai bentuk persetujuannya atas pembantaian di
Rohingya," tegas Nasir.
TERKINI
Sinergi Kementan-Kodim 1910 Malinau Tingkatkan Produksi dengan Perluas Areal Tanam Baru
Kejagung Bakal Sita Aset Sandra Dewi Jika Terima Uang Korupsi Timah
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Kasus Pungli
KPK Sita Rp48,5 Miliar Terkait Suap Bupati Labuhanbatu