Kamis, 23/06/2022 20:25 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan mencermati proses persidangan terdakwa Mantan Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya (WSKT) Adi Wibowo yang sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Hal itu dilakukan KPK guna menindaklanjuti setiap fakta yang terungkap dalam persidangan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan tersebut.
Dalam beberapa kali persidangan, sempat terungkap dugaan aliran dana PT Waskita Karya (WSKT) ke sejumlah pihak. Di antaranya diduga mengalir ke Komisi II DPR dan pejabat Kemendagri.
"Tentu kita nanti lihat perkembangan dari persidangan yang masih berjalan," ungkap Plt Jubir KPK, Ali Fikri di kantornya, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Ghufron Akui Sempat Diskusi dengan Alexander Marwata Soal Mutasi ASN Kementan
Nurul Ghufron Tak Hadir, Dewas KPK Terpaksa Tunda Sidang Etik
KPK: Kuasa Hukum Gus Muhdlor Kirim Surat Penundaan Pemeriksaan
Fakta persidangan itu nantinya akan memperkuat alat bukti dan informasi yang telah dikantongi KPK guna mengembangkan kasus tersebut.
Berbekal alat bukti dan fakta persidangan, KPK tak segan-segan meminta pertanggungjawaban hukum terhadap korporasi atau perorangan.
"Nanti sepanjang memang ada alat bukti yang cukup dari fakta-fakta hukum persidangan, ya siapapun pasti kami kembangkan ke sana, baik itu perorangan maupun korporasi," tegas Ali.
Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo sebelumnya didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi atas dugaan korupsi dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan Gedung Kampus IPDN Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) di Kabupaten Gowa pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) TA 2011.
Perbuatan rasuah berjamaah itu diduga menguntungkan Waskita Karya senilai Rp 26.667.071.208,84 atau Rp 26,6 miliar; PT Cahaya Teknindo Majumandiri Rp 80.076.241 dan mantan PPK pada Satker Setjen Kemendagri, Dudi Jocom sebesar Rp 500 juta. Perbuatan rasuah itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.247.147.449,84.