HIMPSI: UU Psikologi Dorong Praktik Psikologi Lebih Tertata

Kamis, 03/03/2022 10:48 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Seger Handoyo menekankan pentingnya para psikolog dan ilmuwan psikologi perlu meningkatkan kompetensi, baik dalam hal praktik maupun keilmuan.

Dengan demikian, dapat memberikan kontribusi optimal kepada bangsa dan negara, baik dalam level penanganan individual, kelompok, organisasi, dan komunitas.

Tidak hanya terkait penanganan terorisme, psikologi juga berperan dalam berbagai bidang. Seger memberi contoh, misalnya dalam bidang pengembangan dan manajemen sumber daya manusia di perusahaan, pengelolaan pendidikan dan sekolah, penanganan kesehatan mental, dan berbagai aspek kehidupan manusia.

Untuk itu, agar lebih optimal dan termanfaatkan dengan lebih baik, praktik psikologi di Indonesia perlu diatur di dalam sebuah peraturan perundang-undangan, seperti yang saat ini sedang berproses di DPR. Yaitu Rancangan Undang-undang (RUU) Praktik Psikologi.

"Nantinya, dengan disahkannya RUU ini menjadi undang-undang maka diharapkan para praktisi dan ilmuan psikologi di Indonesia memiliki payung hukum untuk berkontribusi secara lebih terarah dan tertata dengan lebih baik," kata Seger dalam webinar `Treatment Management for Religiously-Motivated Terrorist Offenders` bersama Australian Psychological Society (APS) Perth Branch pada Rabu (2/3).

Webinar ini menghadirkan pembicara pakar kontraterorisme dan deradikalisasi, Zora A. Sukabdi. Dalam webinar tersebut Zora membeberkan hasil penelitiannya. Ia mengungkapkan ada 18 faktor risiko terorisme.

Hal itu dibagi ke dalam tiga domain, yaitu motivasi (seperti ekonomi), ideologi (seperti nilai yang dianut), dan kapabilitas (seperti kemampuan intelektual).

"Faktor-faktor tersebut menjadi penting pada saat melakukan rehabilitasi secara profesional terhadap pelaku atau orang-orang yang potensial menjadi teroris," kata Zora.

Pengetahuan dan pengalaman yang dibagikan Zora tersebut menjadi penting, sebagai kontribusi psikologi, baik dalam antisipasi tindak terorisme maupun dalam upaya rehabilitasi.

Ia tidak hanya membahas terorisme secara umum, namun juga tindakan-tindakan yang tergolong teror, dan dalam hal apa saja tindakan tersebut biasa dilakukan.

Zora kemudian membahas secara spesifik tindakan terorisme yang terkait agama dan bagaimana cara mengatasinya. Menurutnya, terdapat dua pendekatan dalam hal ini, yaitu pendekatan sindrom, misalnya terkait kepribadian atau sifat serta motivasi dan pendekatan instrumen atau sebagai pilihan rasional.

"Pendekatan tersebut dimitigasi dengan langkah-langkah identifikasi risiko, kebutuhan, dan respons individu maupun kelompok teroris," ujar Zora.

Ketua APS Perth Branch, Lidia Genovese menyambut baik kerja sama yang sudah berlangsung selama ini. Menurut Lidia, webinar ini merupakan satu dari empat seri webinar kolaborasi HIMPSI dan APS yang akan membawa manfaat bagi anggota organisasi profesi psikologi di kedua negara.

Ketua kompartemen 2 PP HIMPSI, Henndy Ginting menambahkan, kolaborasi merupakan keniscayaan dalam era digital. Hal ini tidak terkecuali juga bagi kalangan psikologi.

"Peran psikologi menjadi sangat relevan di dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat," ujar Ginting.

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2