Penyebaran Paham Radikal Masih Mengancam Kehidupan Bangsa

Minggu, 20/02/2022 07:40 WIB

MALANG, Jurnas.com - Penyebaran paham dan ideologi radikal atau radikalisme agama masih menjadi ancaman serius dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Radikalisme dapat menjadi embrio lahirnya ekstrimisme bahkan terorisme.

Untuk itu, dibutuhkan peran dan perhatian semua pihak dalam upaya menangkal ancaman tersebut ditengah tantangan era keterbukaan informasi saat ini.

Hal tersebut tertuang dalam seminar kajian penanggulangan radikalisme dan terorisme untuk menjaga keutuhan NKRI yang dilaksanakan Jaringan Muslim Madani (JMM) di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu (19/2).

Direktur Eksekutif JMM, Syukron Jamal mengungkapkan, di era industri 4.0 yang ditandai dengan derasnya arus informasi ada fenomena baru, yakni pergeseran penyebaran paham dan pemikiran pada dunia digital. Media sosial, kata ia, menjadi arena pertarungan ideologi dan paham tidak terkecuali paham keagamaan.

"Saat ini salah satu penyebaran ideologi yang masif adalah ideologi keagamaan yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri seperti radikalisme, ekstremisme dan, bahkan terorisme yang begitu nyata telah masuk dalam sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara," katanya.

Syukron mengingatkan ideologi pemurnian keagamaan pendekatan radikal merupakan salah satu ancaman yang sangat serius bagi keberlangsungan suatu bangsa dan perlu disikapi secara bersama-sama oleh semua pihak.

Menurut Syukron santri merupakan garda terdepan dalam mengkampanyekan islam moderat untuk melawan gerakan paham intoleransi, radikalisem, ekstremisme dan terorisme di Indonesia. Santri harus bisa menangkal dan mencegah ideologi keagamaan yang mengajak kepada paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme dan terorisme.

"Kalau dulu para ulama datang ke Indonesia mengislamkan masyarakat, tetapi sekarang mereka para pembaharu datang ke Indonesia malah mengkafirkan yang sudah islam," ujarnya.

Kasubdit Kontra Naratif, Direktur Pencegahan Densus 88 Polri, Mayndra Eka Wardhana mengatakan, saat ini jaringan teroris sudah terbuka dan tidak tertutup seperti dahulu dalam merekrut anggotanya.

"Saat ini sejak Parawijayanto memimpin JI, perekrutan kader teroris secara terbuka dan berbanding terbalik saat JI dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, yang secara diam-diam," jelasnya.

Mayndra juga mengingatkan gerakan paham radikal sudah massif dan marak di berbagai kampus di Indonesia. Mereka sejak 2010 menggunakan media sosial seperti FB, Twitter, Instagram dan Tiktok.

Senada dengan Mayndra, Mantan napi teroris Hendi Suhartono mengungkapkan media sosial sangat berpengaruh dalam perekrutan orang menjadi teroris dan ini sudah dipergunakan dengan baik oleh kelompok teroris.

"Bahkan mereka belajar tidak bertemu dengan para mentornya tetapi mereka belajar dari video-video yang tersebar di media sosial. Kita sekarang harus sangat waspada dengan percepatan informasi maka kita harus mengantisipasi dengan membuat batasan-batasan dalam memakai media," terang Hendi yang hadir secara virtual.

Hendi juga mengingatkan agar pemerintah serius melakukan program deradikalisasi agar para mantan napiter tidak kembali ke kehidupan sebelumnya. "Program deradikalisasi sangat perlu digalakkan kembali dan sangat bermanfaat. Disana para mantan napiter diberikan belajar berbagai ilmu kehidupan yang baru," pungkasnya.

TERKINI
Ten Hag Sebut Rashford Perlu Dukungan untuk Bangkit Sepakat! Arne Slot Jadi Pelatih Liverpool Musim Depan Wenger Beri Resep ke Arteta Jelang Derbi London Utara Postecoglou Akui Spurs Sempat Panik Ditinggal Kane