KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Tersangka Suap

Kamis, 18/11/2021 18:48 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021 sampai 2022.

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid ini merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU pada Dinas PUPR Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

"Tim KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, sehingga KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Firli menyebut kasus ini bermula pada awal tahun 2019. Di mana, Abdul Wahid menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. KPK menduga Abdul Wahid menerima uang dari Abdul usai pemberian jabatan itu.

"Penerimaan uang oleh tersangka AW (Abdul Wahid) dilakukan di rumah MK (Maliki) pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan Tersangka AW," katanya.

Tak hanya itu, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU.

Firli menjelaskan, Maliki pernah menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati pada awal 2021. Maliki melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki.

Pemberian commitment fee antara lain, diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya. Fee itu diduga diterima melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Di mana, Abdul Wahid diduga menerima sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021. Sehingga total uang yang diterima Abdul Wahid sekitar Rp18,9 miliar.

"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.

TERKINI
Terinspirasi Lagu Taylor Swift di TTPD, Charlie Puth Segera Rilis Single `Hero` Tak Mau Punya Anak, Sofia Vergara Lebih Siap Jadi Nenek Raih Nominasi Aktor Terbaik di La La Land, Ryan Gosling Akui Sebuah Penyesalan Gigi Hadid Beri Bocoran Double Date dengan Taylor Swift dan Travis Kelce