Rapat Paripurna DPR Sepakat Beri Amnesti ke Dosen Unsyiah Saiful Mahdi

Kamis, 07/10/2021 16:58 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi, terpidana kasus pencemaran nama baik.

Hal itu sebagaimana diutarakan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/10).

"Saya meminta persetujuan atas permintaan pertimbangan Presiden, apakah permintaan amnesti atas surat permohonan Presiden tersebut dapat disetujui," kata dia.

Setelah itu, seluruh anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut menyatakan setuju pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi.

Sebelum disetujui seluruh peserta paripurna, anggota DPR dari Fraksi PKS, Hamid Noor Yasin sempat melakukan interupsi saat paripurna berlangsung.

Dalam interupsinya Hamid meminta seluruh anggota DPR untuk mendukung penuh langkah Presiden Jokowi yang memberi amnesti ke Saiful Mahdi.

“Terkait permintaan Presiden pertimbangan terhadap rencana pemberian amnesti dalam kasus tindak pidana UU ITE yang menjerat saudara Saiful Mahdi, dosen Universitas Syah Kuala. Sehubungan dengan permintaan Presiden tersebut kami menegaskan kembali pandangan fraksi PKS, mendukung sepenuhnya agar pemberian amnesti bagi saudara Syaiful Mahdi dapat disetujui, dan segera memproses dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” ujar Hamid saat interupsi.

Dilanjutkannya, kebebasan sipil sebagai pilar demokrasi harus ditegakkan. Kebebasan dalam mimbar akademik harus dilindungi, serta kebebasan dalam menyampaikan kritik dan pendapat di ruang publik harus diperhatikan.

Dalam konteks ini, masih kata dia, pemberian amnesti bagi Saiful Mahdi merupakan jalan keluar yang perlu didukung bersama-sama.

Ditambahkan Hamid, kasus yang menjerat Saiful Mahdi merupakan fenomena gunung es di Indonesia yang diakibatkan kelemahan dalam UU ITE, baik sebagai substansi normanya maupun penerapannya. Masih banyak kasus semacam Saiful Mahdi lainnya yang sedang, ataupun setelah dipidana akibat pemberlakuan UU ITE. Pemerintahan sudah berusaha mengurangi dampak over kriminalisasi dari UU ini dengan mengeluarkan surat keputusan bersama tentang pedoman implementasi atas pasal tertentu dalam UU ITE.

“Namun kami memandang keluarnya peraturan kebijakan dalam bentuk SKB 3 Menteri tersebut tidak memadai dalam mengatasi kelemahan dari UU ITE. Over kriminalisasi dan UU ITE bukan semata disebabkan karena kesalahan dalam penerapan undang-undang, namun juga berakar pada kelemahan substansial dalam perumusan norma, atau delik dalam jumlah pasal-pasal dalam UU ITE, yang dalam penerapannya bertentangan dengan semangat kebebasan sipil dan demokrasi,” jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik masuknya UU ITE ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021 untuk direvisi. Ia juga meminta agar Pimpinan DPR segera memproses tahapan penyusunan dan pembahasan bagi RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Proses ini harus segera berjalan, karena selama adanya penundaan maka selama itu pula ketidakadilan tidak menemukan tempatnya serta terus melahirkan kasus-kasus semacam Saiful Mahdi. Sekali lagi kami tegaskan kami, fraksi kami, PKS mendukung penuh pemberian amnesti presiden Mahdi,” tegasnya.

Sementara Muhaimin mengatakan pemberian persetujuan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR karena adanya keterbatasan waktu dan urgensi surat yang disampaikan Presiden tersebut.

"Sehubungan dengan keterbatasan waktu, urgensi surat permohonan yang disampaikan Presiden tersebut, dan DPR akan memasuki masa reses maka saya minta persetujuan atas permintaan pertimbangan Presiden," ujarnya.

Muhaimin mengatakan, DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo tertanggal 29 September 2021 terkait permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful Mahdi.

Menurut dia, isi surat itu menyebutkan bahwa Saiful Mahdi telah menjadi terpidana dana dijatuhi pidana tiga bulan penjara dan didenda Rp10 juta, subsider penjara 1 bulan.

"Dijatuhi pidana disebabkan dipersalahkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan dapat dibuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan tunggal penuntut umum," ujarnya.

Karena itu menurut dia, Presiden Jokowi mengajukan surat kepada DPR RI untuk meminta pertimbangan atas rencana pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.

Sebagaimana diberitakan kasus Saiful Mahdi yang notabene merupakan Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh dilaporkan polisi bahkan sudah menjadi terpidana, setelah mengkritik proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Fakultas Teknik dan Teknologi, Unsyiah tahun 2019 lalu.

Permohonan amnesti kepada Presiden menjadi upaya hukum terakhir Saiful Mahdi, setelah sebelumnya banding dan kasasinya ditolak pihak pengadilan. Berdasarkan Undang-Undang, Presiden harus mendengar DPR bila akan memberikan amnesti dan abolisi.

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2