Jum'at, 01/10/2021 17:06 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
menemukan kendala untuk memeriksa dan menahan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, penangkapan Tannos sangat sulit lantaran ia berada di Singapura. Di mana, tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
"Apa enggak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Singapura," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat, (1/10).
Alex mengatakan saat ini pihaknya cuma bisa meminta bantuan pemanggilan Tannos ke otoritas pemberantas korupsi Singapura (CPID). Lembaga Antikorupsi tidak masalah jika Tannos mau diperiksa di CPID.
Ghufron Akui Sempat Diskusi dengan Alexander Marwata Soal Mutasi ASN Kementan
Nurul Ghufron Tak Hadir, Dewas KPK Terpaksa Tunda Sidang Etik
KPK: Kuasa Hukum Gus Muhdlor Kirim Surat Penundaan Pemeriksaan
"Nanti kita tindaklanjuti kalau dia maunya diperiksa di CPID-nya tentu kita ke sana," ujar Alex.
Selain itu, Alex juga menyebut kesulitan pemanggilan Tannos terjadi karena pandemi. Indonesia belum dapat izin masuk Singapura saat ini.
"Penyidik KPK juga belum bisa masuk ke Singapura," tutur Alex.
Diketahui, KPK menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019. Tiga tersangka lain itu yang dijerat KPK, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Penetapan keempat orang ini sebagai tersangka merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan terkait korupsi e-KTP sebelumnya.