Balitbangtan Bentuk Riset Kolaboratif untuk Pengembangan Talas Beneng

Rabu, 14/07/2021 19:50 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Talas beneng ternyata memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor dan bahan pangan alternatif.  Talas ini dinamai talas beneng karena ukurannya besar dan koneng/kuning, dan digolongkan dalam giant taro atau big elephant’s ear.

Selain potensi ukurannya, talas ini memiliki kadar protein (7.17%) dan mineral (13.70%) yang relatif tinggi. Potensi ini didukung pula oleh kemudahan budidayanya di lahan basah maupun kering, sehingga dapat dikembangkan di lahan marjinal.

Saat ini, Pemerintah Provinsi Banten terus memacu budidaya talas beneng melalui pengembangan area lahan tanam yang diperkirakan mencapai 100-300 hektar dan berpotensi bertambah sehingga tercipta kawasan talas 1000 hektare. Atas dasar potensi dan keunikannya, pemerintah setempat menobatkan talas Beneng sebagai salah satu ikon Banten.

Di balik besarnya potensi talas sebagai sumber pangan alternatif, ternyata belum diimbangi dengan pemanfaatannya. Umumnya masyarakat memanfaatkan talas terbatas sebagai kudapan berupa keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus atau tambahan sayur.

Berbeda dengan negara-negara lain seperti Jepang dan New Zealand, talas dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan berbasis karbohidrat seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai ekonomi tinggi.

Berdasarkan data BPS tahun 2020, ekspor talas secara keseluruhan bernilai USD 3,07 juta dengan volume mencapai 2.909 ton dalam bentuk beku maupun segar untuk memenuhi permintaan negara Thailand, Jepang, China, Singapura, Malaysia, Vietnam, Australia dan Belanda.

Kementerian Pertanian mendukung pengembangan agribisnis dan agroindustri talas beneng dengan melepas varietas beneng menjadi varietas unggul talas melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 981 tahun 2020.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga menyampaikan bahwa semua pangan lokal yang seperti talas, ubi, sagu, sorgum dan lainnya bisa dimanfaatkan untuk menggerakan lapangan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan memperbaiki ekonomi nasional.

Terlepas dari segala potensi talas beneng, salah satu kendala dalam penggunaan talas sebagai bahan baku produk olahan adalah kandungan oksalatnya yang tinggi mencapai 61.783 ppm pada talas liar. Kandungan oksalat ini kemungkinan akan lebih rendah pada talas beneng budidaya.

Menurut Winda Haliza salah satu peneliti pascapanen Balitbangtan, konsumsi makanan berkadar oksalat tinggi dapat mengganggu kesehatan karena dapat menyebabkan pembentukan batu oksalat atau batu ginjal.

"Adanya oksalat dapat menurunkan penyerapan kalsium oleh tubuh. Kendala lain dalam pemanfaatan talas sebagai bahan baku produk olahan adalah terjadinya browning yang dapat mengurangi nilai tampilan produk," terangnya.

Untuk mengatasi hal itu, Winda menjelaskan perlu adanya beberapa perlakuan pada pembuatan tepung talas untuk mengurangi kadar oksalat hingga 90% lebih.

Proses reduksi oksalat dilakukan secara bertahap dalam suatu kondisi proses yang ringan sehingga mempertahankan karakteristik tepung talas dan meminimalkan terjadinya browning atau perubahan warna.

"Yaitu dengan cara perendaman dalam larutan asam atau garam dan diikuti dengan perendaman dalam air atau air hangat (pemanasan minimal)," imbuhnya.

Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry mengatakan pengembangan model agorindustri dan agribisnis talas beneng sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah produk dan mendukung ketahanan pangan. Produk-produk baru dan kekinian berbahan talas perlu dikembangkan teknologinya selain produk talas beku yang memang sudah diekspor.

Untuk mendukung pencapaian target tersebut, pada tahun ini Balitbangtan memasukkan komoditas talas Beneng dalam program riset dan pengembangan inovasi kolaboratif.

"Diharapkan, dengan adanya program ini, dapat mempercepat hilirisasi teknologi Litbang yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas ini," jelas Fadjry.

Tak hanya kolaborasi internal Balitbangtan, aksi kolaborasi riset ini turut melibatkan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, asosiasi dan perkumpulan serta UMKM penggiat talas beneng dan stakeholder terkait lainnya.

TERKINI
Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore Akhirnya Britney Spears Benar-benar Bebas dari Ayahnya Setelah Konservatori Usai 2 Tahun Lalu Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih