Christina Aryani: Lawan Kampanye Digital Perkawinan Anak

Senin, 03/05/2021 19:08 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Anggota DPR-RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama melakukan gerakan perlawanan terhadap kampanye digital perkawinan anak yang saat ini marak terjadi.

"Perkawinan anak sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak Indonesia dan harus dicegah," ujar Christina Aryani ungkap Christina saat berbicara dalam Webinar Merajut Nusantara bertajuk ‘Melindungi Anak dari Kampanye Digital Perkawinan Anak’ di Jakarta, Senin (2/5/2021).

Christina yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar menjelaskan, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) maupun Peradilan Agama menunjukkan fakta bahwa salah satu faktor tingginya pengajuan permohonan dispensasi perkawinan anak adalah akibat terpapar kampanye digital perkawinan anak dan terjerumus pada pergaulan yang salah di internet.

"Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama dan saya sendiri menaruh perhatian besar pada isu ini serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama melawan, sehingga perkawinan anak bisa kita cegah,” ungkapnya.

Dijelaskan Christina, fenomena perkawinan anak di Indonesia tidak bisa dianggap persoalan biasa. Harus ada partisipasi dari sebanyak mungkin unsur masyarakat dalam melakukan pencegahan.

"Jadi bukan hanya Pemerintah tetapi semua pihak di dalam masyarakat perlu diajak terlibat, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, serta figur-figur publik untuk memberikan edukasi yang cukup pada orang tua dan pada anak sendiri akan bahaya perkawinan anak, dalam hal ini dibawah usia 19 tahun jika merujuk pada ketentuan undang-undang. Ini harus jadi kampanye kita bersama,” ungkapnya.

Wakil rakyat dari Dapil DKI Jakarta II ini mengemukakan data, terdapat 1,2 juta perempuan yang melakukan perkawinan anak di Indonesia dan angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat 8 di dunia terkait angka absolut perkawinan anak.

Di antara yang mencolok angkanya adalah Sulawesi Barat dengan prevalensi tertinggi sebesar 19,43% dan Jawa Barat dengan angka absolut tertinggi yang diperkirakan mencapai 273.300 perkawinan anak. Sementara di DKI Jakarta sendiri angka perkawinan anak juga masih tinggi walaupun ada di bawah 15 persen.

"Mencermati angka-angka ini, bisa membayangkan akan seperti apa dampak dan implikasinya nanti, baik masalah kesehatan fisik maupun mental anak, pupusnya masa depan yang lebih baik, termasuk juga dampak ekonomi dan implikasi sosial yang ditimbulkannya. Ini jelas menjadi keprihatinan kita bersama,” jelasnya.

Dari sisi legislasi, Christina yang juga duduk di Baleg DPR-RI, menjelaskan bahwa Indonesia sudah memiliki UU existing yaitu UU 16/2019 tentang Perubahan UU 1/1974 tentang Perkawinan yang menegaskan batas minimal usia perkawinan yaitu 19 tahun.

Namun diakui Christina, keberadaan UU ini pun belum menjamin menurunnya perkawinan anak. Apalagi belum lama ini kita menemukan kampanye digital yang mengampanyekan perkawinan anak.

"Ini sangat berbahaya, sehingga perlu ada kesadaran bersama dari kita semua untuk melawan kampanye-kampanye seperti ini,” ungkapnya.

"Mencegah perkawinan anak adalah upaya terbaik untuk menyelamatkan masa depan generasi bangsa, sehingga tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan konstitusi kita tidak jauh panggang dari api," tuntas Christina.

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Komisi I DPR: Pemerintah Perlu Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios