Jum'at, 09/04/2021 07:15 WIB
Washington, Jurnas.com - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi pada perusahaan permata milik negara Myanmar dalam upaya untuk membatasi kemampuan junta militer untuk menghasilkan pendapatan.
Langkah tersebut adalah yang terbaru dari pemerintahan Biden yang menargetkan para jenderal yang merebut kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari dan menewaskan lebih dari 600 orang dalam demonstrasi menentang kudeta tersebut, menurut penghitungan sebuah kelompok aktivis.
"Tindakan hari ini menyoroti komitmen Departemen Keuangan untuk menolak sumber pendanaan militer Burma, termasuk dari perusahaan-perusahaan milik negara utama di seluruh Burma," kata direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan, Andrea Gacki pada Kamis (8/4).
AS, bersama negara-negara Barat lainnya, telah memberikan sanksi kepada para jenderal yang terlibat dalam kudeta dan beberapa anggota keluarga mereka, serta dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer. Para pemimpin junta sejauh ini menolak untuk berbalik arah.
Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih
Tanggapi Pernyataan Biden, PM Papua Nugini Sebut Negaranya Tidak Pantas Dicap Kanibalisme
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Myanmar Gems Enterprise, bagian dari kementerian pertambangan negara itu, ditempatkan dalam daftar Warga Negara Tertunjuk Khusus Departemen Keuangan, kata pernyataan itu.
Langkah tersebut menghalangi orang Amerika untuk berbisnis dengan entitas tersebut, yang mengeluarkan izin dan lisensi untuk menambang batu mulia dan mengumpulkan pendapatan dari penjualan permata dan giok.
Myanmar adalah sumber utama batu giok dunia, batu yang banyak dicari di Cina, dan sumber utama batu rubi dan permata langka lainnya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa daftar hitam itu dilakukan ketika para pemimpin miiltary menghadiri sebuah emporium permata di ibu kota Myanmar, Naypyitaw.
"AS akan terus meningkatkan tekanan pada aliran pendapatan rezim sampai menghentikan kekerasannya, membebaskan semua yang ditahan secara tidak adil, mencabut darurat militer dan keadaan darurat nasional, menghapus pembatasan telekomunikasi, dan mengembalikan Burma ke jalur demokrasi," kata Blinken. (Reuters)