Pepaya Mandailing Natal Tahan hingga Dua Minggu

Jum'at, 26/06/2020 05:59 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Kesesuaian lahan dan iklim sangat mendukung pengembangan sebuah komoditas di suatu wilayah tertentu. Komoditas yang dikembangkan dengan memperhatikan lahan dan iklim akan lebih efisien karena memerlukan biaya yang lebih kecil.

Pengeluaran kecil tersebut disebabkan oleh input pupuk dan pemeliharaan yang tidak terlalu tinggi, apabila dibandingkan dengan wilayah lain yang kurang mendukung agroklimatnya.

Begitulah yang terkesan saat mengunjungi Kab Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sejumlah petani milenial di sana mengembangkan pepaya di daerah Panyabungan Barat dan Nagajuang. Luas budidaya yang diusahakan sudah mencapai 60 hektare dan direncanakan akan dikembangkan seluas 100 hektare.

"Komoditas pepaya dari Mandailing ini dapat bertahan selama 2 minggu di dalam suhu ruang, berbeda dengan pepaya dari daerah lain yang hanya bertahan sekitar 3 hari," ujar Putra Lubis saat dihubungi melalui sambungan telefon Rabu (24/6).

Pengakuan tersebut berdasarkan pengalaman dengan pengusaha di Medan sebagai relasi usaha pemasarannya. "Usaha budidaya pepaya ini disebabkan lesunya harga karet yang banyak diusahakan petani Mandailing sebelumnya," ujarnya.

"Selain itu, saya mulai mengenal varietas calina dari bogor dan saya kembangkan di sini," tambah Putra.

Putra menjelaskan, varietas papaya California ini termasuk jenis unggul dan berumur genjah, pohon/batangnya antique kerdil/lebih pendek dibanding jenis papaya lain, tinggi tanaman sekitar 1,5 – 2 meter dan sudah bisa dipanen setelah berumur 8 – 9 bulan.

"Pohonnya dapat berbuah hingga umur mencapai empat tahun," jelasnya.

Pepaya tersebut dikembangkan untuk menjawab kebutuhan industri makanan di Kota Medan. Relasi pemasaran dan produksi sudah berjalan dengan baik sehingga petani tidak terlalu dipusingkan dengan harga yang diterima saat panen.

"Saat ini kebun pepaya di Nagajuang sudah menyuplai kebutuhan konsumen sebesar 30 ton per minggu. Sedangkan Panyabungan Barat menyuplai pepaya 45 ton per minggu," bebernya.

"Bahkan, pihak industri pengolahan pepaya berencana akan mendirikan pabrik jika luas pepaya sudah mencapai 100 hektar," lanjutnya.

Hasil ini tentunya menjadi sebuah peluang yang menjanjikan mengingat saat ini tengah terjadi wabah Covid-19, yang menyebabkan terjadi kelesuan ekonomi di tingkat domestik. Harga jual yang diterima petani saat panen raya bisa jatuh karena kurangnya penyerapan produksi.

Selain itu, rantai pasok pepaya sudah terbentuk sehingga pengembangan bisa dilakukan dalam skala yang lebih luas. Rantai pasok dimulai dari input, budidaya, dan yang terpenting adalah pemasaran.

"Pengembangan komoditas yang didasari ayas kebutuhan konsumen akan lebih menjamin keberlangsungan dari budidaya tersebut," pungkasnya.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto memberikan apresiasi terhadap petani dan Pemda Kabupaten Mandailing Natal, yang telah antusias dalam mengembangkan pepaya jenis Calina ini.

Anton, sapaannya, mengatakan bahwa buah-buahan lokal yang berpotensi ekspor perlu digenjot produksinya dan diperbaiki mutunya. "Tentunya semua pihak harus terlibat dan berkomitmen," jelas dia.

Direktorat Jenderal Hortikultura (Ditjen Hortikultura) memiliki program pengembangan kawasan dalam rangka meningkatkan produksi, mutu dan daya saing produk hortikultura.

"Kita ada Badan Litbang yang punya segudang teknnologi yang update. Sehingga kolaborasi dari semua pihak dari hulu hingga hilir, diharapkan dapat memberikan manfaat lebih untuk petani hortikultura di seluruh Indonesia pada umumnya," pungkas Anton

TERKINI
Sinergi Kementan-Kodim 1910 Malinau Tingkatkan Produksi dengan Perluas Areal Tanam Baru Kejagung Bakal Sita Aset Sandra Dewi Jika Terima Uang Korupsi Timah KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Kasus Pungli KPK Sita Rp48,5 Miliar Terkait Suap Bupati Labuhanbatu