Miris, Pengobatan Kanker Terbengkalai gegara Covid-19

Jum'at, 05/06/2020 20:50 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi (Peraboi) dr. Walta Gautama, SpB(K)Onk prihatin dengan nihilnya perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan pengobatan kanker di Indonesia di tengah pandemi virus corona baru (Covid-19).

Kondisi ini juga diperburuk dengan kebijakan sejumlah rumah sakit menutup sebagian besar pelayanan non-Covid dan merumahkan tenaga medis kanker, untuk selanjutnya beralih menjadi rumah sakit penanganan Covid-19.

"Rumah Sakit Persahabatan sekarang menutup semua pelayanan untuk yang lain dan jadi rumah sakit Covid-19. Padahal selama ini ada dokter (kanker) yang melayani. Ada dua dokter bedah onkologi, sementara ini mereka disuruh istirahat di rumah," kata Walta dalam kegiatan `Serial Webinar Kanker Payudara di Era Pandemi Covid-19: Stigma Covid-19 dan Kanker Payudara Menuju Era Normal` yang digelar oleh Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) melalui konferensi video pada Jumat (5/6).

"Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Pelni juga sama. Rumah Sakit Kanker Dharmais juga terjadi penyaringan hebat. Hasilnya apa, sumber daya melayani pasien kanker berkurang. Ditambah lagi tadi, tidak ada kebijakan dari pemerintah bahwa kanker juga penting," sambung dia.

Bagaimanapun, lanjut Walta, pengobatan kanker tidak kalah pentingnya dengan Covid-19. Kendati termasuk kategori Penyakit Tidak Menular (PTM), penanganan kanker yang terlambat juga dapat memicu kematian.

Namun karena akhir-akhir ini Covid-19 digambarkan sedemikian rupa sebagai penyakit yang menakutkan, akhirnya banyak pasien kanker yang takut melakukan pemeriksaan dini ke rumah sakit, maupun terlambat menjalani pengobatan rutin.

"Semua kalah sama Covid-19. Makin stres. Akhirnya apa, yang mau kemoterapi terlambat, yang mau operasi banyak yang mundur karena banyak aturan. Semua mengalah," terang ahli bedah onkologi RS Kanker Dharmais Jakarta ini.

"Kita di Dharmais justru bertanya, berapa persentasenya sih? Dari 1.500 yang disaring dari rapid test, pemeriksaan suhu, yang dia diduga OTG atau terduga Covid, ketika dites swab yang positif hanya tujuh. Angkanya cuma 0,46 persen," lanjut Walta.

"Ada aturan PSBB, tidak boleh pergi ke mana-mana. Tiba-tiba harus dikarantina. Tidak ada yang mau memperjuangkan pasien kanker. Jadi pasien sudah stres karena kanker, tambah stres karena Covid-19," tegas dia.

Karenanya, kini setelah memasuki era kenormalan baru (new normal) Walta meminta para penyintas maupun masyarakat segera memeriksakan diri dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, antara lain memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan.

"Cuma ini solusinya. Penyintas tidak perlu takut. Aturannya cuma tiga simpel ini," ucap Walta.

Senada dengan Walta, Ketua Umum YKPI Linda Agum Gumelar menyampaikan bahwa menghadapi kenormalan baru dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan, merupakan cara ampuh untuk melawan Covid-19.

Dia juga menekankan agar para penyintas kanker payudara tetap menjaga semangat positif, dan menjalankan seluruh prosedur medis yang seharusnya dilakukan.

"Mari kita sambut era new normal dengan mematuhi protokol kesehatan, jangan ketakutan, jangan cemas, namun tetap peduli terhadap kanker payudara secara medis," kata Linda.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabinet Indonesia Bersatu ini juga menekankan bahwa sudah seharusnya seluruh pihak menggaungkan pentingnya pengobatan kanker payudara yang terus berkejaran dengan waktu.

"Kita lawan keadaan ini dengan cuci tangan, jaga jarak, kurangi kerumunan, pakai masker. Itu cara-cara kehidupan baru yang harus kita penuhi sesuai prosedur kesehatan," tandas dia.

TERKINI
Unggah Foto Dirinya Menangis, Instagram Justin Bieber Diserbu Penggemar Gara-gara Masalah Pita Suara, Jon Bon Jovi Anggap Shania Twain Adiknya Reaksi Taylor Swift saat The Tortured Poets Department Tembus 2,6 Juta Unit dalam Seminggu Disindir di Album TTPD Taylor Swift, Bagaimana Kabar Joe Alwyn Sekarang?