Pengamat: Institusionalisasi PDIP dan Golkar Sama-sama Kuat, Tapi ini Bedanya?

Senin, 05/08/2019 17:15 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Pakar Politik dan Direktur Eksekutif Polltracking Institute Hanta Yuda menilai, PDI Perjuangan dan Partai Golkar adalah dua partai yang institusionalisasi kelembagaan partainya paling kuat di Indonesia.

"Kita harus akui tingkat institusionalisasi kelembagaan partai terkuat di negeri ini adalah dua partai besar, yaitu PDIP dan Partai Golkar," ujar Hanta dalam diskusi Pra-Kongres V PDIP di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (5/8/2019).

Kata Hanta, meski sama-sama memiliki institusionalisasi kelembagaan yang terkuat, PDIP dan Golkar memiliki perbedaan yang jelas, yakni dalam hal konsolidasi dan solidaritas.

"Dalam hal ini PDIP lebih terkonsolidasi dengan solid. Sedangkan Partai Golkar tidak, di sana hantaman, turbulensinya sangat keras," jelas Hanta.

Ia menilai hal ini menjadi modal besar bagi PDIP karena tidak pernah melahirkan partai genelogi. Hal ini membiat PDIP tidak menumbuhkan faksi sebagaimana di Golkar.

"Di Golkar itu setiap kongres atau Munas selalu melahirkan partai baru. Tahun 1999 misalnya lahir PKPI, kemudian 2004 Hanura lahir dari Wiranto, Gerindra dari Prabowo. Kemudian 2009 lahir NasDem dari Surya Paloh," jelasnya.

Hal yang terjadi di Golkar ini, jelas Hanta, berbanding terbalik dengan PDIP yang tidak pernah ada partai genelogi. Ini sejatinya sangat menguntungkan PDIP karena partai genelogi akan berpotensi mengerus suara partai.

"Itu salah satu bukti dan uji konsolidasi soliditas kuat pada PDIP," jelas Hanta Yuda.

Dalam diskuai itu, Hanta menyebut bahwa PDIP mencetak sejarah menjadi partai pertama pasca-Reformasi yang memenangkan pemilu dua kali berturut-turut.

Adapun dalam rekam jejak elektoral pemilu 2019, kata Hanta, data dari Polltracking maupun exitpol menunjukkan, pemilih paling solid tertinggi untuk paslon 01 Jokowi-KH Maruf Amin adalah PDIP, begitu pun untuk paslon 02 Prabowo-Sandi adalah Gerindra.

Terkait rekam jejak elektoral PDIP dalam pileg, Hanta menggambarkannya sebagai kurva terbalik. Pada pemilu 1999 PDIP mendapatkan 163 kursi dan ini menjadi pencapaian partai itu dalam mefaih kursi DPR. Kemudian pemilu 2004, kursi PDIP turun menjadi 109, lalu 2009 turun lagi menjadi 94 kursi.

"Kalau kita perhatian dari 99 sampai 2009, PDIP itu turun. Tetapi 2 pemilu terakhir itu naik. Pada 2014 109 kursi, pada 2019 naik lagi jadi 128 kursi, artinya kurvanya terbalik. Artinya tren PDIP sedang naik, dan itu yang harus dijaga. Jadi peluang luar biasa bagi PDIP, tapi sekaligus juga jadi tantangan," beber Hanta.

Berbeda sengan Golkar, kata Hanta, pada 2004 persentase 8-10 persen. Naik pada 2009, namun mengalami penurinan pada 2014, bahkan pada 2019 ini lebih turun lagi.

"Artinya golkar seperti kurva, artinya trennya sedang turun," ulas Hanta Yuda.

Bagi Hanta, ada fakta lain terkait munculnya dua partai baru yang terus naik, yakni Nasdem dan Gerindra, tapi dua partai ini relatif tidak sebanding dengan PDIP.

"Yang kedua, PDIP menang di Pilpres dua kali beruntun, tapi sebelumnya juga kalah di Pilpres 2 kali. Nah ini juga menarik untuk PDIP," jelas Hanta Yuda.

TERKINI
Sinergi Kementan-Kodim 1910 Malinau Tingkatkan Produksi dengan Perluas Areal Tanam Baru Kejagung Bakal Sita Aset Sandra Dewi Jika Terima Uang Korupsi Timah KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Kasus Pungli KPK Sita Rp48,5 Miliar Terkait Suap Bupati Labuhanbatu