Kesepakatan Suaka AS-Guatemala Dipertanyakan

Minggu, 28/07/2019 07:11 WIB

New York, Jurnas.com - Kedua kandidat presiden Guatemala mempertanyakan validitas kesepakatan suaka antara pemerintah negara itu dengan Amerika Serikat (AS), yang bertujuan menyetop aliran migran ke utara dari Amerika Tengah.

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump pada Jumat (26/7) lalu mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Guatemala, namun batal setelah negara itu meneken perjanjian suaka pada Sabtu (27/7) kemarin.

Pejabat AS menggambarkan perjanjian suaka untuk menjadi Guatemala sebaga negara ketiga yang aman. Dengan demikian negara itu akan menjadi zona penyangga bagi para migran dari Amerika Tengah, meskipun pemerintah Guatemala tidak mencirikan perjanjian tersebut.

Sementara Mahkamah Konstitusi Guatemala telah memutuskan perjanjian suaka negara ketiga memerlukan persetujuan Kongres Guatemala, yang sedang dalam masa reses musim panas.

Hal itu mendorong kedua kandidat yang bertarung putaran kedua pada 11 Agustus untuk menggantikan Presiden Guatemala Jimmy Morales, meragukan kesepakatan yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Enrique Degenhart untuk Guatemala di Washington.

"Perlu ada analisis menyeluruh tentang apakah menteri memiliki kekuatan untuk menandatangani perjanjian dengan karakteristik internasional ini, dan dalam hal apa pun perjanjian tersebut harus diserahkan kepada Kongres, siapa pun yang menandatanganinya," kata Sandra Torres dikutip dari Reuters.

Torres, yang berbicara pada rapat umum di Chichicastenango, utara ibukota, memerintahkan anggota parlemen dari partainya UNE untuk memanggil baik Degenhart dan Menteri Luar Negeri Sandra Jovel, untuk memberikan kesaksian di depan Kongres tentang bagaimana kesepakatan itu ditengahi.

Saingannya untuk presiden dari partai konservatif Alejandro Giammattei, menyebut perjanjian itu "berita buruk bagi Guatemala."

"Ini telah membuka jalan berbatu bagi Presiden Morales karena menurut putusan Mahkamah Konstitusi, perjanjian itu harus melalui Kongres," kata Giammattei kepada CNN.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia Guatemala juga mengkritik kesepakatan itu, yang dikatakan menerima dukungan dari asosiasi bisnis.

TERKINI
Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore Akhirnya Britney Spears Benar-benar Bebas dari Ayahnya Setelah Konservatori Usai 2 Tahun Lalu Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih