Larangan Penggunaan Plastik Kemasan Dinilai Tidak Tepat Sasaran

Selasa, 09/07/2019 19:44 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Forum produsen dan pengguna plastik yang tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) menyetujui peraturan pemerintah, baik pusat yang terkait dengan pelarangan penggunaan plastik kemasan. Mereka menghargai hal yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundangan Persampahan, selain juga tidak tepat sasaran karena akan merugikan masyarakat (konsumen). Tidak hanya itu, pelarangan itu juga bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi, mendorong tenaga kerja, dan menerima negara.

Persoalan utama sampah plastik di Indonesia sebenarnya belum memiliki pengelolaan yang baik. Padahal dari sisi peraturan perundangannya sebetulnya sudah sangat lengkap, dan tinggal impementasinya saja yang kurang.

Ditegaskan, diatur terhadap sampah, Harus disetujui pada UU Nomor 18 Tahun 2008, dan PP No.81 Tahun 2012 yang menggunakan persetujuan pengelolaan, bukan terkait dengan pembatasan sektoral (masing-masing Kementerian) serta sesuai seperti diatur dalam Pasal 11 Peraturan Wali Kota Bogor nomor 61 tahun 2018.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur pengelolaan sampah yang komprehensif, lengkap, dan berkelanjutan yang memuat perencanaan dan pengelolaan sampah. Pemerintah dan pemerintah daerah menjaminkan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.

Tugas pemerintah dan pemerintahan daerah adalah memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya perbaikan, menangani, dan mengelola sampah, serta melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar melibatkan keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Begitu pula dengan apa yang termuat dalam PP No.81 tahun 2012 Pemerintah provinsi menyusun dan mengatur kebijakan dan strategi provinsi dalam pengelolaan sampah. Demikian juga dengan pemerintah kabupaten / kota, menyusun dan mengatur kebijakan dan strategi kabupaten / kota dalam pengelolaan sampah.

Jadi dari isi UU dan PP tentang pengelolaan sampah, tugas dari pemerintah adalah untuk menetapkan kebijakan dan strategi dalam melakukan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.

Rachmat Hidayat yang mewakili APINDO mengatakan plastik kemasan produk industri (makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia, dan sebagainya) tidak dapat diakses dari produk yang dikemas di dalamnya. “Jadi dilepas peredaran plastik kemasan produk terlampir peredaran plastik yang dikemas dalam plastik tersebut,” katanya dalam acara Fokus Gorup Diskusi (FGD) bertema “Pengembangan Industri Plastik Dengan Berorientasi Pada Lingkungan” di Ruang Rajawali Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (09/07).

FGD yang dimoderatori Direktur Industri, Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Taufik Bawazier ini juga menghadirkan beberapa narasumber lainnya, seperti Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine Halim, Ketua INAPLAS, Edi Rivai, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, Prof. Akbar Tahir, Guru Besar Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanudin.

Padahal, menurut Rachmat, produk-produk tersebut sudah disetujui dan diawasi oleh kementerian / lembaga yang terkait sesuai dengan sektornya masing-masing. Contohnya produk makanan dan minuman serta farmasi berada di bawah pengawasan BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sementara produk pestisida berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ITB, dan Limbah Padat Indonesia (SWI) terhadap daur ulang sampah plastik, Indonesia telah melakukan 62% daur ulang botol plastik. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Negara besar seperti Amerika yang hanya 29%, dan rata-rata Eropa 48%.

Jika pelarangan terhadap kemasan plastik ini terus berlanjut, hal itu akan sangat berdampak terhadap peningkatan Indonesia. Karena, mau tidak mau, itu akan sangat berdampak terhadap industri yang lebih banyak menggunakan wadah dari plastik. Salah satunya adalah industri makanan dan minuman (mamin) yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDB Non Migas Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilainya mencapai 19,86% atau Rp 1,875.772 miliar pada 2018 dan tumbuh sebesar 7,91% pada akhir 2018.

Dampak lanjutan dari penurunan pertumbuhan industri mamin dan kemasan plastik jelas akan mengurangi jumlah lapangan kerja nasional yang signifikan. Data BPS 2014 menunjukkan tenaga kerja langsung pada industri mamin ini sebanyak 3.887.773 orang. Hal ini tentu saja akan menjadi beban bagi pemerintah dan ekonomi nasional. Karena, berdasarkan data INDEF dan BPS 2015, dari sisi penerimaan negara, penurunan pertumbuhan industri mamin sebesar 1,76% akan terjadi kenaikan penerimaan sebesar Rp 6,79 triliun.

Lebih dari itu rencana pengenaan cukai pada plastik kemasan industri, jelas ini akan semakin melepaskan industri yang jelas-jelas menjadi penyumbang tertinggi untuk PDB ini. Pelaku industri mamin juga menentukan kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengenaan cukai menurut peraturan perundangan dan tidak tepat sasaran.

Undang-undang Cukai mengutip, barang yang dikenai cukai adalah barang tertentu yang memiliki sifat atau ciri di mana konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, penggunaannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau masyarakat yang hidup, dan yang memerlukan pembebanan pungutan Negara sesuai dengan pertimbangan dan keseimbangan. Jadi, pengenaan cukai terhadap plastik kemasan ini akan merugikan masyarakat (selain produk industri juga akan menurunkan daya saing industri nasional).

Apindo juga melihat perlunya mengikuti Pedoman Cara Produksi Kemasan Pangan Plastik Poly Ethylene Terephtalate (PET) Daur Ulang Yang Baik dari pemerintah, dalam hal ini Kemenperin.“Pedoman itu tidak hanya akan mendukung komitmen kami untuk industri kemasan plastik, tetapi akan memotivasi industri lain untuk menggunakan kemasan PET daur ulang sehingga dapat menghemat timbunan sampah kemasan plastik,” kata Rachmat.

Rancangan Peraturan Pedoman itu dalam rangka mengoptimalkan penggunaan kemasan plastik dan upaya mengatasi sampah plastik, terutama pada industri makanan dan minuman. “Maka penting adanya perubahan dalam kemasan plastik di masyarakat,” katanya lagi.

Pada akhir diskusi, Taufik Bawazier menyampaikan kesimpulannya tentang masalah utama di Indonesia bukan pada masalah penggunaan plastiknya, tetapi pada pengelolaan sampah plastik yang masih sangat buruk. Padahal sampah plastik ini memiliki nilai ekonomi tinggi yang bisa menghidupi jutaan masyarakat.

“Jadi melingkar ekonomi dari sampah plastik ini jelas merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah sampah plastik. Salah satu implementasinya adalah penggunaan daur ulang kemasan plastik yang sesuai hukumnya akan segera diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian, ”katanya.

TERKINI
Genjot Penjualan di China, Toyota Gandeng Tencent Toyota Kenalkan Dua Varian Mobil Listrik untuk Pasar China Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore