Sekjen PBB Kecam Penembakan di Lokasi Protes Ibu Kota Sudan

Selasa, 04/06/2019 07:13 WIB

New York, Jurnas.com - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, mengecam penggunaan kekuatan berlebihan pasukan keamanan Sudan terhadap warga sipil yang menyuarakan aspirasinya pada Senin (3/6).

Ia mendesak penyelidikan independen terhadap pembunuhan yang diakibatkan tindakan yang tidak bermoral tersebut.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan, Guterres "khawatir" pasukan keamanan melepaskan tembakan di dalam sebuah rumah sakit di Khartoum.

"Sekretaris Jenderal mengecam keras kekerasan dan laporan penggunaan kekuatan berlebihan oleh personil keamanan terhadap warga sipil, yang mengakibatkan kematian dan mencederai sejumlah orang," kata jurubicara itu, dalam pernyataan, Senin (3/6).

"Dia (Gutteres) mengutuk penggunaan kekuatan untuk membubarkan para pengunjuk rasa di lokasi dan terkejut mendengar laporan pasukan keamanan melepaskan tembakan di ruang medis," sambungnya.

Menurut Asosiasi Dokter Sudan, setidaknya 30 orang tewas saat pasukan Sudan keamanan Sudan membubarkan demonstran di luar di luar kementerian pertahanan Khartoum.

Para pengunjuk rasa menyerukan Dewan Militer Transisi (TMC) yang memerintah Sudan sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan dari tampuk kekuasaan pada April 2019 lalu untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

Di tempat lain, kepala PBB, menyerukan akses tanpa hambatan perawatan di tempat serta rumah sakit tempat orang yang terluka dirawat.

"Bagi pemerintah Sudan untuk memfasilitasi penyelidikan independen atas kematian dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab," tegasnya.

Ia mengatakan, PBB mendesak kedua belah pihak melakukan dialog dan negosiasi peralihan kekuasaan dari TMC ke warga sipil, seperti dipersyaratkan oleh Uni Afrika.

Ketegangan memanas antara TMC dan aliansi kelompok protes dan oposisi, yang menginginkan penyerahan kekuasaan secara cepat kepada warga sipil.

Aliansi oposisi Sudan dan kelompok protes telah melakukan pemogokan sejak Selasa, 28 Mei 2019 lalu. Hal itu terjadi saat ketegangan meningkat dengan penguasa militer negara itu terkait transisi menuju demokrasi.

TERKINI
Masih Seksi di Usia 61 Tahun, Demi Moore Dipuji Putrinya Rumer Wilis Perselisihan Hukum antara Jamie Spears dan Britney Spears Terus Berlanjut Presiden Joe Biden Beri Penghargaan Bergengsi untuk Michelle Yeoh Jewel Tampilkan Karya Seni dalam Balutan Gaun Perak Iris van Herpen