Kenapa KPK Belum Cabut Pembantaran Romahurmuziy?

Kamis, 25/04/2019 13:55 WIB

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mencabut pembantaran mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy sebagai tersangka kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, institusi pimpinan Agus Rahardjo Cs itu tidak bisa berbuat apa-apa jika belum ada putusan dari pihak RS Polri.

"Kami harus menunggu bagaimana informasi dari pihak rumah sakit, jadi bagaimana informasi dari dokter atau kepala RS Polri itu jadi dasar bagi KPK untuk memutuskan," kata Febri, ketika dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (25/4).

Sejak dibantarkan, Selasa, 2 April 2019, KPK memang tertutup soal penyakit Romi. Bahkan, lembaga anti rasuah itu berulang kali menolak mengungkap penyakit Romi.

Kata Febri, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tim dokter KPK, Romi membutuhkan perawatan intensif. Menurutnya, kondisi Romi tidak memungkinkan menjalani rawat jalan di Rutan KPK.

"Yang pasti dulu awal-awal April tersebut, ketika ada keluhan dan dilihat ini harus ditindaklanjuti oleh pihak rumah sakit maka dibawa ke RS Polri," ujarnya.

Dimana, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter RS Polri, KPK memutuskan untuk melakukan pembantaran terhadap Romi. Dokter RS Polri menyarankan agar Romi menjalani rawat inap.

"Semua proses sudah dilakukan tapi ada tahapan-tahapan yang tentu saja punya otoritas yang berbeda," pungkasnya.

KPK menetapkan Romi sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag. Romi disinyalir mengatur jabatan di Kemenag pusat dan daerah.

Romi diduga menerima suap dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin. Suap diberikan agar Romi mengatur proses seleksi jabatan untuk kedua penyuap tersebut.

Romi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muafaq juga dijerat Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

TERKINI
Gelora Cap PKS sebagai Pengadu Domba: Tolak Gabung Koalisi Prabowo-Gibran Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Komisi I DPR: Pemerintah Perlu Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025