Kemenag Belum Satu Kata Soal RUU Pesantren

Selasa, 29/01/2019 18:37 WIB

Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) rupanya belum satu kata soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Thomas Pentury beranggapan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan memiliki kecenderungan membirokrasikan pendidikan nonformal, khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang dilakukan sejak lama oleh gereja-gereja di Indonesia.

“Gereja khawatir RUU ini menjadi model intervensi Negara terhadap agama,” ujar Thomas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (29/1).

Menurut Thomas, pada dasarnya gereja mendukung RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sejauh hanya mengatur pendidikan formal. Juga, tidak memasukkan pengaturan model pelayanan pendidikan nonformal gereja-gereja di Indonesia seperti pelayanan kategorial anak dan remaja.

“Kami mengusulkan untuk merekonstruksi ulang pendidikan keagaman Kristen melalui jalur pendidikan formal yang semula SDTK, SMPTK, SMAK/SMTK menjadi SDK, SMPK, SMAK/SMTK,” kata Thomas.

Sementara dalam kesempatan yang sama, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Ahmad Zayadi mengatakan, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan.

Selain itu, RUU ini juga sangat dibutuhkan pada pendidikan keagamaan agar mendapatkan kesetaraan baik dari segi regulasi, program kegiatan, dan anggaran.

“Kewajiban negara harus memberikan pengakuan pesantren dan keagamaan, dalam membetuk kesatuan NKRI yang merupakan menjaga kekhasan keagamaan. Inilah tradisi kita yang perlu kita rawat dalam perbedaan,” terang Zayadi.

Senada dengan Zayadi, Wakil Ketua Komite III DPD RI Novita Anakotta menyebut RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjawab kegusaran di dunia pendidikan keagamaan.

Dia menjelaskan, dalam konteks konstitusional UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional masih memiliki permasalahan.

Dari sisi substansi, UU tersebut telah mengalami pembaharuan berupa pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia, penghapusan diskriminasi antar pendidikan yang dikelola pemerintah, serta pendidikan yang dikelola masyarakat.

“Meskipun UU ini telah mengakomodir pendidikan keagamaan, namun pada kenyataannya masih banyak lembaga pendidikan keagamaan yang belum merasakan kehadiran pemerintah baik formal ataupun nonformal,” cetus senator asal Maluku Utara itu.

 Melalui metode berbasis pendekatan keagamanaan, Novita berharap bisa menambah keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia manusia Indonesia. Hal Ini juga mampu menjaga kerukunan hubungan antar dan inter umat beragama.

“Dalam sistem ini, peserta didik mampu memahami dan menghayati nilai agama yang harmoni dengan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni,” papar dia.

TERKINI
Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore Akhirnya Britney Spears Benar-benar Bebas dari Ayahnya Setelah Konservatori Usai 2 Tahun Lalu Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih