DPR: Pemerintah Tak Adil pada Madrasah

Selasa, 08/01/2019 14:50 WIB

Jakarta – Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Ali Taher menilai ada ketidakberpihakan pemerintah terhadap madrasah dan sekolah-sekolah agama.

Hal tersebut dibuktikan dengan minimnya jumlah madrasah negeri, yakni hanya lima persen dari total 50 ribuan madrasah se-Indonesia.

Sementara pemerintah beralasan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) terbatas, dan peningkatan status swasta ke negeri akan menguras kantong pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan dan struktural.

“Ada ketidakberpihakan kepada madrasah. Padahal negara seharusnya turut mendorong sekolah-sekolah agama agar bisa lebih berkembang,” ujar Ali saat dihubungi Jurnas.com, pada Selasa (8/1) di Jakarta.

“Saya melihat di sini ada ketidakadilan,” tegasnya.

Selain minimnya jumlah madrasah negeri, lanjut Ali, pemenuhan sarana dan pra sarana madrasah juga belum maksimal. Kondisi ini ditambah lagi dengan tidak adanya blue print pendidikan madrasah secara utuh, dan belum meratanya kualitas guru madrasah.

Karena itu, Ali menyarankan Kementerian Agama selaku penanggung jawab madrasah, melakukan pemekaran internal, yakni dengan memecah Direktorat Pendidikan Islam (Pendis) menjadi tiga ditjen, yakni Ditjen Perguruan Tinggi, Ditjen Madrasah, dan Ditjen Diniyah/Pesantren.

“Ini harus dilakukan. Kenapa? Karena kebutuhannya mendesak. Selama ini Ditjen Pendis hanya fokus pada perguruan tinggi, sedangkan masih ada pendidikan dasar dan menengah, di antaranya madrasah dan diniyah,” terangnya.

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar dalam kesempatan berbeda mengakui, terbatasnya jumlah madrasah negeri membuat Kemenag kesulitan melakukan peningkatan akses dan mutu pendidikan Islam.

Sebab secara umum, madrasah swasta di Indonesia didirikan oleh masyarakat dengan kondisi yang terbatas. Ditambah pula, hingga saat ini belum ada kejelasan regulasi dari pemerintah untuk memberikan bantuan APBD kepada madrasah swasta.

“Inilah yang membuat madrasah swasta kesulitan untuk memenuhi standar mutu yang terdapat dalam delapan standar nasional pendidikan,” terang Umar kepada Jurnas.com pada Senin (7/1) di Jakarta.

 Sebelumnya, Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Rini Widyantini menyebut keterbatasan pegawai negeri sipil (PNS), sebagai penyebab masih minimnya jumlah madrasah negeri.

Madrasah, kata Rini, merupakan institusi pendidikan yang lahir dari swadaya masyarakat. Jika statusnya naik menjadi negeri, maka pemerintah harus berhitung kembali, karena memiliki tanggung jawab memberikan bantuan keuangan dan struktural.

“Harus ada PNS dan fasilitas segala macam. Ini menjadi perhitungan. Jumlah PNS itu terbatas sekali. Setidaknya nanti harus ada jabatan struktural di situ,” kata Rini dalam kegiatan media gathering di Kantor KemenPAN-RB Jakarta, pada Jumat (30/11).

TERKINI
Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore Akhirnya Britney Spears Benar-benar Bebas dari Ayahnya Setelah Konservatori Usai 2 Tahun Lalu Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih