Panas Dingin Hubungan Malaysia dengan Singapura

Jum'at, 28/12/2018 13:20 WIB

Jakarta - Perdana Menteri, Malaysia Mahathir Mohammad, rupanya setelah lebih dari 15 tahun menjadi warga negara biasa obsesinya melawan Singapura tak pernah padam

Dilansir dari Anadolu, saat baru menjabat, Mahathir sudah berkomitmen tidak melanjutkan proyek pembangunan kereta cepat Singapura-Malaysia. Padahal proyek ini sudah ditandatangani waktu itu Najib Razak, yang ditumbangkan dalam pemilu yang berlangsung ketat.

Alasannya karena Malaysia kekurangan anggaran setelah digerogoti skandal korupsi 1MDB yang melibatkan Najib Razak. Padahal proyek ini diklaim akan mempercepat mobilitas warga, dari sebelumnya 5 jam menjadi 90 menit.

Awal Desember, Malaysia melanjutkan provokasinya. Menteri Perhubungan Malaysia, Anthony Loke, mengatakan, negaranya akan mengambil lagi pengelolaan wilayah udara di Johor Selatan.

Ini langkah yang menyakitkan bagi Singapura. Karena pengelolaan bandara ini merupakan kesepakatan kedua negara pada 1973 yang disetujui oleh International Civil Aviation Organization.

Malaysia juga bikin geram Singapura dengan memperpanjang batas pelabuhan Johor Baru ke perairan yang diklaim Singapura sebagai miliknya.

Negeri Jiran itu juga mulai mengutak-utik Perjanjian Air 1962, dengan meninjau ulang harga air Sungai Johor yang dianggap terlalu murah.

Langkah-langkah Mahathir dan Malaysia ini menempatkan hubungan diplomatik mereka dengan Singapura pada level terbawah sejak beberapa tahun terakhir.

Saat itu, Malaysia menerbitkan peta yang mengklaim wilayah perairannya, termasuk wilayah Pedra Branca, serta di daerah-daerah yang dekat dengan timur dan barat Singapura.

Klaim Malaysia ini ditolak Singapura karena dianggap menerobos wilayah kedaulatannya. Pada 1980, Singapura mengajukan protes atas peta yang mencaplok Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South Ledge.

Singapura berargumen Pedra Branca adalah adalah terra nullius, atau pulau yang tidak pernah dimiliki oleh negara mana pun.

International Court of Justice  (IJC) memenangkan Singapura atas pulau Pedra Branca. Sementara Malaysia mendapatkan Middle Rocks. Setelah putusan pengadilan tertinggi PBB itu, konflik tidak berhenti.

Ketegangan pengelolaan wilayah udara Johor Selatan dimulai dari protes Malaysia yang berkaitan dengan penerbitan Instrument Landing System (ILS) dan ILS Approach Proceduresu ntuk Seletar Airport pada 1 Desember 2018.

Prosedur ILS mengacu pada fasilitas bantuan navigasi bandara yang memberikan panduan vertikal dan horizontal bagi para pilot saat penerbangan turun serta mendekati landasan pacu.

Namun, Singapura menolak protes Malaysia. Sebab mereka merasa sudah mendapatkan persetujuan internasional. Jika aturan itu akan diubah, maka harus melalui mekanisme teknokratik di Organisasi Penebangan Internasional (ICAO), klaim Singapura.

Klaim Malaysia yang dianggap memperluas batas laut hingga mendekati perairan Tuas yang dikuasai Singapura juga memicu ketegangan. Singapura menyatakan sejumlah kapal Malaysia hilir mudik dan menerobos perairan Tuas tanpa izin.

Negara kecil ini wanti-wanti tidak akan ragu mengambil tindakan tegas terhadap tindakan tersebut dan siap menyelesaikan masalah secara damai dengan hukum internasional.

TERKINI
Unggah Foto Dirinya Menangis, Instagram Justin Bieber Diserbu Penggemar Gara-gara Masalah Pita Suara, Jon Bon Jovi Anggap Shania Twain Adiknya Reaksi Taylor Swift saat The Tortured Poets Department Tembus 2,6 Juta Unit dalam Seminggu Disindir di Album TTPD Taylor Swift, Bagaimana Kabar Joe Alwyn Sekarang?