Selasa, 18/12/2018 12:30 WIB
Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau para politisi tidak memproduksi isu SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dalam menyampaikan kampanye, jelang pemilihan umum serentak 2019 mendatang.
Selain tak dibenarkan menurut aturan perundang-undangan, isu SARA juga rentan mengundang konflik, dan mengganggu harmoni kehidupan antarumat beragama.
“Politisasi SARA dampaknya sangat berbahaya karena dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid pada Selasa (18/12) di Jakarta.
Zainut mencontohkan isu poligami yang santer dibicarakan beberapa waktu lalu. Kendati merupakan salah satu fenomena sosial, poligami bersentuhan dengan keyakinan dan syariat agama Islam.
Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya
Salma Hayek Manggung Bareng Madonna di Celebration World Tour Meksiko
Musk Berkunjung ke Beijing, Tesla Atasi Hambatan Utama soal Penerapan Self-driving di China
“Ketika dieksploitasi untuk kepentingan politik, maka dipastikan menimbulkan ketersinggungan, dan melukai perasaan umat Islam, karena meyakini dan mengimani bahwa poligami itu salah satu syariat yang terdapat di dalam ajaran Islam,” jelas Zainut.
Karena itu, MUI mengajak seluruh pihak khususnya para elit politik agar menghindari politik fitnah, kampanye berbau SARA, dan ujaran kebencian.
Sebab, hal itu menurut Zainut rentan merusak peradaban, menghambat konsolidasi demokrasi, dan menghancurkan sendi-sendi kebhinekaan dan kerukunan bangsa.
“Kepada KPU dan Bawaslu diminta untuk bertindak tegas kepada para peserta pemilu yang melakukan politik SARA, sehingga Pemilu berjalan dengan damai, bersih dan dan aman,” tandasnya.
Keyword : Kampanye SARA Pemilu 2019 Zainut Tauhid