Senin, 10/12/2018 19:50 WIB
Jakarta - Hampir satu dekade berkarya, fashion designer Bramanta Wijaya makin mengukuhkan dirinya sebagai desainer yang concern pada berbagai budaya dengan sentuhan kontemporer.
Potongan kain yang ia persembahkan dalam peragaan busana bertajuk "Tresno" mampu merekam jejak tiga budaya bangsa Indonesia yang terinspirasi lewat motif-motif batik Peranakan Cina dan Jawa, dihiasi dalam potongan inspirasi dari Eropa.
"Untuk permainan tekbik, aku pakai block stamp, hampir sama dengan batik cap, kecintaan saya masih tetap sama bordir dan Lace. Kali ini banyak main di motif batik mega mendung dari Indonesia," ungkap Bramanta.
Benang merah dari "Tresno" adalah harapan dan kepercayaan akan adanya cinta kasih. Sesuatu yang patut dirayakan, sekecil apapun bentuknya. Dalam balutan gaya kontemporer, siluet koleksi musim semi 2019 terlihat tetap klasik dengan bubuhan emosi tradisional.
Musk Berkunjung ke Beijing, Tesla Atasi Hambatan Utama soal Penerapan Self-driving di China
Kepada Menlu, Pejabat Senior AS Sebut Israel Gunakan Senjata Tidak Sesuai Hukum Internasional
Dasco Pastikan Daftar Kabinet Prabowo Gibran yang Beredar Tidak Benar
Bramanta juga terinspirasi oleh klan Manchu dari Dinasti Qing yang merayakan kebebasan perempuan dalam strata sosial mereka. "Aku tuangkan dalam potongan badan melebar dan siluet anggun khas bangsawan," tuturnya.
Alasan potongan lebar, agar bisa membebaskan gerak yang dituangkan menjadi gaun mudi berpotongan trapeze. Bubah Manchu diberi empat belahan lalu pakai twist sedikit agar menjadi gaun panjang menawan.
Karakter peranakan lainnya terlihat pada dominasi kerah Shanghai di hampir setiap gaun. Bustier hadir sebagai sentuhan klasik nan elegan yang dipadukan bawahan kain sarung khas kebaya encim.
Sesekali, rok dengan potongan flare akan terlihat silih berganti dengan gaun Bero cheongsam yang menjadi manifestasi dari era ekspresi kebebasan pers China di tahun 1930-an
Keyword : Fashion PeranakanBramanta Wijaya