Senin, 09/07/2018 21:49 WIB
Jakarta - Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO, Ratno Soetjiptadie mengatakan, adanya kerusakan tanah terjadi pada area yang luas dan penggunaan pestisida yang tidak bijak mengancam ketahanan pangan nasional.
Itu disampaikan pada Diskusi Terbatas, "Produktivitas Padi versus Importasi Beras, Ada Apa?"yang diselenggarakan Wartawan Kementerian Pertanian (Forwatan) di kantor Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta, Senin (9/7).
Ia memperkirakan, sekitar 69 persen tanah indonesia dikategorikan rusak parah lantaran penggunaan pupuk dan pestisida yang berleihan.
Menurutnya, ketahanan pangan (food securities) selama 2015-2080 sangat rentan terhadap perubahan iklim. Banjir, kekeringan, serangan hama, selalu dijadikan kambing hitam gagal pangan.
"Kita belum punya perencanaan. Kalau butuhnya 1 juta ton, mustinya produksi 1,5 juta ton sehingga ada stok 0,5 juta ton. Kita belum sampai ke sana," ujarnya.
Dewas KPK Sudah Periksa Alexander Marwata: Tidak Ada Pelanggaran
Ghufron Akui Sempat Diskusi dengan Alexander Marwata Soal Mutasi ASN Kementan
KPK Berpeluang Tetapkan Keluarga SYL Tersangka TPPU
Selain itu, katanya, rendahnya sentuhan teknologi oleh petani, lantaran minimnya ilmu pengetahuan. Petani tidak dapat mengukur Ph tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan. Kemudian petani tidak bisa memilih benih unggul.
Bahkan, lanjutnya, ada petani di Kerawang memberikan pupuk pada tanaman padi hinga 1 ton. Petani beranggapan bahwa diberi input 1 kg, maka ada kenaikan produksi. Akibatnya biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, dan salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk.
"Ditakutkan jika tidak terobosan, indonesia akan tetap impor beras. Sementara sekitar 40 juta petani padi di Indonesia itu menghidupi penduduk 240 juta jiwa itu riskan," ujar Ratno.
Solusinya, dalam membangun pertanian harus berkelanjutan, tidak bisa hanya lima tahun. "Ganti pemerintahan, ganti kebijakan. Karena yang bisa menyelematkan negara ini adalah sektor pertanian dan perikanan," terangnya.
Keyword : FAO Kementan Ratno Soetjiptadie tanah petisida