Kamis, 11/01/2018 12:25 WIB
Jakarta - Cuaca ekstrim di awal 2018 sudah memakan korban. Di Amerika Serikat (AS), Badai Grayson mengamuk di pantai timur laut, dan meninggalkan jalanan yang membeku. 18 orang tewas.
"Untuk mendapatkan salju di New York ialah mimpi yang mutlak," ujar manajer kampanye di Study Internasional Emily Joyce kepada Travel Wire Asia.
Berdasarkan laporan Emily, suhu terakhir di New York mencapai minus 13 derajat Fahrenheit atau -25 derajat Celcius. Orang-orang yang keluar, wajib mengenakan jaket tebal, selendang, kaos kaki, dan kaos tangan.
"Aku bahkan memiliki bantalan panas di kaos tangan dan kaos kaki. Aku tidak berpikir orang-orang bisa menghadapi cuaca tanpa benda-benda itu," terangnya.
Tundukkan Australia, Indonesia Buka Peluang ke 8 Besar AFC U-23
BMKG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Hujan Lebat
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Ketika AS sedang membeku, ternyata di belahan bumi selatan, Australia sedang berjuang menghadapi cuaca panas yang membara. Suhu di negara selatan Indonesia itu mencapai rekor terpanas sejak 1939, ketika Penrith menjadi tempat terpanas di Bumi waktu itu.
Suhu panas telah menyebabkan jalanan meleleh, dan kebakaran hutan di beberapa tempat. Kondisi ini memancing warga Australia memadati pantai untuk berenang.
"Penjaga pantai tetap meminta pengunjunng tetap berada di perairan dangkal, karena setidaknya sudah tiga orang dilarikan ke rumah sakit karena tersapu gelombang pasang yang berbahaya," tulis Travel Wire Asia.
Keyword : Cuaca Amerika Serikat Musim Dingin Panas Australia