Setnov Harus Mundur dari Ketua DPR, Secara Etika

Rabu, 19/07/2017 16:34 WIB

Jakarta - Pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, Setya Novanto (Setnov) harus mundur sebagai Ketua DPR. Hal itu dilandasi dengan etika politik pejabat negara.

Demikian disampaikan Pakar Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, secara etika Setnov seharusnya mengundurkan diri dari kurs pimpinan DPR sebagai lembaga negara yang mewakili rakyat.

"Dari kualitas demokrasi kita, bagaimana etika politik pejabat negara, itu sangat penting karena kita ini sedang membangun demokrasi yang baik," kata Siti, kepada Jurnas.com, Jakarta, Rabu (19/7).

"Institusi demokrasi itu termasuk DPR sebagai lembaga tinggi negara, lalu institusi demokrasi lainnya itu partai politik," tambahnya.

Meski dalam UU MD3 menyebut pimpinan DPR yang menjadi tersangka masih dapat menjabat hingga proses hukum inkrah, kata Siti, etika dan norma merupakan di atas hukum.

"Kalau pasal hukumnya (UU MD3) menyatakan seperti itu, tapi ada etika yang di atas hukum. Filosofi di atas hukum itu etika dan norma," tegasnya.

Kata Siti, pejabat negara dan sejumlah elit politik harus mengedepankan etika dan norma. Sebab, DPR dan partai politik sebagai acuan bagi siapapun yang melakukan kajian sistem demokrasi di Indonesia.

"Dalam darurat korupsi yang dihadapi saat ini, elit politik itu seharusnya menunjukkan komitmennya dalam etika jabatan itu," tegasnya.

TERKINI
KPK Sebut Nilai Gratifikasi Eks Bupati Probolinggo Rp149 miliar Berbeda dengan Berkeley, UCLA Tangani Protes Mahasiswa Pro-Palestina dengan Panggil Polisi KPK: Investasi Fiktif di PT Taspen Mencapai Ratusan Miliar Wujudkan Swasembada, Kementan Gelar ToT Antisipasi Darurat Pangan Nasional