Sabtu, 24/06/2017 07:12 WIB
Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR disebut terlalu memihak industri penyiaran daripada kepentingan publik dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
"Kami menyatakan keprihatinan mendalam terhadap naskah revisi Undang-Undang Penyiaran tertanggal 19 Juni 2017 yang disusun Baleg DPR," kata Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Pinckey Triputra dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (23/06/2017).
Ia mengatakan sebelumnya telah mempelajari naskah revisi Undang-Undang Penyiaran yang disusun Komisi I DPR. Meski naskah tersebut banyak yang perlu dibicarakan, tetapi naskah versi Baleg dinilai lebih banyak masalah.
Mengejutkan! Tom Cruise Breakdance dan Split di Pesta Ulang Tahun Victoria Beckham
31 Perusahaan China Jalin Kemitraan dengan 77 Kampus Vokasi
Jenius Ciptakan Lirik Lagu, Guru SD Ungkap Taylor Swift Hobi Menulis Puisi
"Naskah versi Baleg mengandung lebih banyak kelemahan bila ditinjau dari kebutuhan Indonesia untuk memiliki dunia penyiaran yang membawa kemaslahatan sebesar-besarnya bagi publik," tuturnya.
Pinckey menilai naskah versi Baleg mengandung muatan yang berpihak pada kepentingan pemodal besar tertentu dalam industri penyiaran, dan sebaliknya, memberi tempat sangat minimal bagi kepentingan publik.
Karena itu, Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia berharap Komisi I DPR dapat mempertimbangkan kembali naskah revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dirancang.
"Revisi Undang-Undang Penyiaran harus berpihak pada kepentingan rakyat luas, bukan kepada kepentingan pihak tertentu," ujarnya.
Dalam hal migrasi penyiaran digital, naskah versi Baleg berulangkali menyatakan digitalisasi penyiaran dilakukan secara "alamiah".
Itu berarti setiap stasiun televisi swasta dipersilakan tetap menggunakan 8 Megahertz yang mereka kuasai di era analog dan bermigrasi secara alamiah dengan mengembangkan infrastruktur penyiaran digital masing-masing.
"Ini merupakan persoalan besar karena penataan ulang frekuensi penyiaran secara terencana dalam proses migrasi tersebut sebenarnya membuka peluang besar bagi pemanfaatan frekuensi untuk kepentingan pemerataan informasi di seluruh Indonesia," jelasnya.
Dalam hal sistem siaran jaringan, naskah versi Baleg juga tidak mendefinisikan secara jelas tentang "stasiun perwakilan di daerah". Dengan ketidakjelasan itu, lembaga penyiaran swasta bisa saja hanya membangun transmisi sebagaimana sudah berjalan selama ini.
Itu berarti stasiun perwakilan di daerah hanya akan memancarteruskan isi siaran lembaga penyiaran swasta tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat setempat. Ant
Keyword : UU Penyiaran UI industri