Fatayat NU Serukan Stop Perkawinan Anak

Sabtu, 06/05/2017 08:58 WIB

Jakarta - Fatayat NU menolak keras praktik perkawinan anak yang masih marak terjadi di penjuru Indonesia.

Hal itu menjadi salah satu pokok pembahasan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PP Fatayat NU. Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Ermarini mengatakan, negara ikut bertanggung jawab dalam tingginya angka perkawinan anak di Indonesia.

"PP Fatayat NU saat itu ikut hadir di Mahkamah Konstitusi dalam rangka pengajuan pendewasaan usia perkawinan," kata Anggia, dalam rilisnya, Sabtu (6/5).

Menurutnya, UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2012 menyebutkan, mereka yang belum berusia 18 tahun adalah masuk kategori anak atau remaja. Dan berdasarkan, data riset Kesehatan Dasar 2015 menunjukan, angka pernikahan usia dibawah 19 tahun sebesar 46,7 persen, dan pernikahan di kelompok usia 10-14 tahun sejumlah hampir 5 persen.

Angka ini menunjukan kewajaran jika Indonesia masuk kategori negara tertinggi di dunia yang memiliki jumlah pernikahan anak terbanyak.

"Dampak perkawinan anak tidak hanya secara biologis pada kesehatan reproduksi perempuan tetapi juga dampak psikis yang juga berakibat pada permasalahan-permasalahan sosial lainnya, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kemiskinan, sampai pada kasus trafficking," terangnya.

Selain itu, kata Anggia, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 305 untuk 100 ribu kelahiran. Dan Perkumpulan keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa salah satu faktor pendorong tertinggi dari AKI yaitu 48 persen adalah menikah muda dan hamil pada usia di bawah 20 tahun.

"Kita harus gerakan seluruh kader Fatayat NU yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengkampanyekan secara aktif dan masif stop pernikahan anak," seru Anggi yang sejak mahasiswa aktif di gerakan sosial ini.

Ia mengajak, kepada seluruh kader Fatayat NU yang tersebar di seluruh Indonesia, di 34 Provinsi, 480 cabang atau setingkat Kabupaten/Kota, 2000 PAC atau tingkat kecamatan, dan 21.000 ranting atau tingkat Desa untuk menolak pernikahan usia dini.

"Negara juga harus bertindak tegas, segera atur usia pendewasaan perawinan ke dalam Undang-Undang, beri sanksi kepada aparat negara yang ikut membantu pelaksanaan proses perkawinan anak," demikian Anggia.

TERKINI
Sinergi Kementan-Kodim 1910 Malinau Tingkatkan Produksi dengan Perluas Areal Tanam Baru Kejagung Bakal Sita Aset Sandra Dewi Jika Terima Uang Korupsi Timah KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Kasus Pungli KPK Sita Rp48,5 Miliar Terkait Suap Bupati Labuhanbatu