Selasa, 14/02/2023 09:17 WIB
JAKARTA, Jurnas.com - Human Rights Watch mengharapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menindaklanjuti laporan yang menemukan bahwa penahanan China terhadap Uighur dan Muslim lainnya dapat merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pejabat Direktur Human Rights Watch, Tirana Hassan mengatakan bahwa Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk tampaknya berkomitmen untuk mengambil tindakan atas laporan tersebut, yang dirilis pada Agustus oleh pendahulunya Michelle Bachelet beberapa menit sebelum dia mengakhiri mandat empat tahunnya.
"Kami ingin melihat bahwa dia mengambil langkah untuk benar-benar menindaklanjuti komitmen itu," kata Hassan kepada wartawan.
Laporan itu menuduh China melakukan penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif di provinsi Xinjiang yang berpenduduk mayoritas Muslim, dan merekomendasikan agar Beijing mengambil langkah-langkah untuk membebaskan semua yang ditahan di pusat pelatihan, penjara atau fasilitas penahanan.
Penguasa Afghanistan Tidak Hadir, Pertemuan HAM PBB Soroti Sikap Taliban terhadap Perempuan
Mendadak Izin Dicabut, Ketum PJMI Duga Ada Upaya Jegal Diskusi Uyghur
Muslim Traveller Kunjungi Kazakhstan dan Bosnia, Raffi Ahmad Saurans di NET
Namun, tawaran yang dipimpin Barat untuk mengadakan debat tentang perlakuan China terhadap populasi Muslim di Dewan Hak Asasi Manusia PBB tidak lolos.
Kegagalan inisiatif tersebut, kata Hassan, tidak boleh dipandang sebagai kerugian mengingat bahwa hal itu "hampir saja berlalu".
"Benar-benar tidak terpikirkan beberapa tahun yang lalu bagi kami untuk melihat Dewan sedekat ini," katanya. "Pemungutan suara pada dasarnya menghancurkan tabu bahwa pemerintah China berada di luar pengawasan dan celaan."
Kelompok hak asasi manusia menuduh Beijing melakukan pelanggaran terhadap Uighur, etnis minoritas yang sebagian besar Muslim dari sekitar 10 juta orang di wilayah barat Xinjiang, termasuk penggunaan kerja paksa secara massal di kamp-kamp interniran.
Amerika Serikat (AS) menuduh China melakukan genosida.
Beijing menyangkal adanya pelanggaran.
Sumber: Reuters