Kisah Asmara OYPMK Sulsel, Cinta Bersemi dari Kusta

Rabu, 25/01/2023 15:30 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Pepatah jodoh di tangan tuhan benar adanya. Setidaknya, hal ini dirasakan oleh Yuliati, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) asal Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Bukan tanpa alasan Yuliati menceritakan perihal asmaranya ketika dihubungi Jurnas.com beberapa waktu lalu. Perempuan kelahiran 9 Februari 1991 itu pernah berada di titik terendah dalam hidupnya ketika divonis mengalami kusta, yang membuat dia pesimistis mendapatkan jodoh.

Pada 2011, Yuliati menemukan bercak putih yang terasa kebas di salah satu bagian tubuhnya. Waktu itu, dia tidak terlalu yakin bahwa bercak putih tersebut merupakan gejala kusta. Butuh satu tahun bagi Yuli, demikian nama sapaannya, untuk akhirnya memeriksakan diri ke puskesmas.

"Saya baca buku dan cari informasi. Setahun kemudian, saya yakin itu kusta. Saat itu, saya sampaikan ke keluarga dan saya didampingi ke salah petugas kusta puskesmas. Di sanalah saya divonis kusta," terang Yuli.

Awalnya, Yuli diminta mengonsumsi obat selama enam bulan karena dianggap mengalami kusta kering. Namun, dua minggu setelah menyelesaikan pengobatan, dia mengalami reaksi berupa muncul sejumlah bercak merah yang menebal di kulitnya.

Kali ini Yuli tidak mau mengulur waktu. Dia segera berkonsultasi dengan wakil supervisor (wasor) kusta di Kabupaten Gowa, tempat tinggalnya saat itu, dan hasilnya Yuli harus menjalani pemeriksaan darah ulang.

"Saya didampingi wasor ke rumah sakit kusta, dan di sana ternyata hasil BTA-nya masih positif 10, dan saya divonis kusta basah, dan harus minum obat selama satu tahun," ujar dia.

Pengobatan kedua inilah masa-masa terberat yang harus dilewati Yuli. Dia sempat merasa depresi dan stres bercampur malu, karena efek samping obat MDT (multi-drug-therapy) tersebut membuat kulitnya menghitam.

Bahkan, pada suatu titik, Yuli berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Bagi dia saat itu, pasien kusta akan dijauhi oleh masyarakat karena merupakan penyakit menular dan sudah pasti akan mengalami kedisabilitasan.

"Saya juga berpikir tidak bisa menikah. Macam-macam saya pikirkan, kayak tidak ada lagi harapan," kenang dia.

Yuli perlahan mendapatkan semangatnya kembali ketika dia bergabung dengan Permata, organisasi yang bergerak di bidang kusta. Dia juga didaulat sebagai ketua saat organisasi Permata cabang Gowa pertama kali didirikan.

"Saya pikir ternyata banyak di luar sana yang jauh lebih parah daripada saya. Kenapa saya mesti bersedih? Saya sering sama-sama dengan OYPMK, mendengarkan pengalaman mereka, akhirnya saya bisa bangkit lagi," imbuh Yuli.

Melalui organisasi ini pula, Yuli menemukan jodohnya dan menikah pada 2019 lalu. Kisahnya berawal ketika dia mendampingi salah satu pasien kusta berobat ke rumah sakit, sebagai bagian dari tugasnya di organisasi Permata.

Ketelatenan Yuli mengurus pasien kusta tersebut membuat anak si pasien tertarik dengannya. Padahal, kata Yuli, dia hanya dua kali bertemu dengan sosok lelaki tersebut, pertama ketika mengantarkan obat, sedangkan kedua kalinya saat mengantar ke rumah sakit.

Memang, kala itu baik Yuli maupun lelaki itu berstatus sudah memiliki pacar. Namun, kisah asmara keduanya berujung pada titik yang sama, ditinggal menikah oleh pasangan masing-masing.

"Waktu itu saya masih kuliah, dia juga punya pacar, saya juga punya. Karena dia seorang pelaut, pacarnya dijodohkan oleh orang lain. Saya juga ditinggal menikah. Pacar saya, ketika saya mengaku kusta, dia mulai menghindar, sedikit menjauh," kata Yuli sembari tertawa terbahak-bahak saat menceritakan kisahnya.

Akhirnya, sejak Desember 2019, Yuli dan lelaki itu memutuskan menikah, hingga kini sudah dikaruniai momongan. Yuli mengatakan bahwa suaminya sejak awal tidak pernah mencemaskan statusnya sebagai OYPMK.

Kini, selain sebagai ibu rumah tangga, Yuli menyibukkan dirinya dengan organisasi Permata setelah dipercaya sebagai Ketua Permata Sulawesi Selatan. Bekerja sama dengan NLR Indonesia, organisasi ini aktif memberikan konseling dan edukasi mengenai kusta di Sulawesi Selatan.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kendati menular, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika OYPMK sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya