Singapura Sebut Pencaplokan 4 Wilayah Ukraina oleh Rusia Langgar Hukum Internasional

Minggu, 02/10/2022 02:02 WIB

JAKARTA, Jurnas.com - Singapura mengatakan bahwa keputusan Rusia untuk secara resmi mencaplok empat wilayah Ukraina melanggar hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Presiden Rusia, Vladimir Putin mengumumkan pencaplokan Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson dalam sebuah upacara akbar di Moskow pada Jumat (30/9) waktu setempat.

Selama pidatonya di depan elit politik Rusia, Putin mengatakan bahwa langkah tersebut, yang telah dikutuk oleh Barat, tidak dapat diubah dan mendesak Ukraina untuk merundingkan penyerahan.

Ia mengisyaratkan bahwa siap untuk melanjutkan apa yang dia sebut pertempuran untuk "Rusia yang lebih bersejarah", mengecam Barat karena ingin menghancurkan Rusia dan menuduh Washington dan sekutunya meledakkan pipa gas Nord Stream.

"Keputusan Federasi Rusia untuk secara resmi mencaplok wilayah Ukraina yang diduduki Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson melanggar hukum internasional dan Piagam PBB," kata Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) pada Sabtu (1/10).

"Kedaulatan, kemerdekaan politik, dan integritas teritorial semua negara harus dihormati," sambungnya.

Proklamasi kekuasaan Rusia atas 15 persen Ukraina - aneksasi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II - dilakukan setelah referendum yang dikecam oleh Kyiv dan pemerintah Barat sebagai ilegal dan memaksa.

Sebagai tanggapan, Amerika Serikat pada hari Jumat memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia, menargetkan ratusan orang dan perusahaan, termasuk mereka yang berada di kompleks industri militer Rusia dan anggota parlemen.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa sekutunya "tidak dan tidak akan mengakui wilayah ini sebagai bagian dari Rusia".

"Kami menyerukan semua negara untuk menolak upaya terang-terangan Rusia dalam penaklukan teritorial. Tanah ini adalah Ukraina," tambahnya.

Presiden Ukraina Volodymr Zelenskyy mengatakan dia hanya siap untuk pembicaraan damai jika dan ketika Rusia memiliki presiden baru. Ukraina juga telah mengajukan aplikasi jalur cepat untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.

"Jelas, dengan presiden Rusia ini, tidak mungkin. Dia tidak tahu apa itu martabat dan kejujuran. Karena itu, kami siap untuk berdialog dengan Rusia, tetapi dengan presiden Rusia yang lain," kata Zelenskyy.

Ia menambahkan, bagaimanapun, bahwa Kyiv tetap berkomitmen pada gagasan ko-eksistensi dengan Rusia "dengan kondisi yang setara, jujur, bermartabat dan adil.

Sumber: CNA

TERKINI
Dinilai Perkuat Ekosistem, BUMN Pangan dan Pupuk Bakal Digabungkan Transformasi BUMN Butuhkan Waktu Hingga 15 Tahun Simpanan Uang di Bank diatas Rp5 Miliar Melesat Naik Harga Emas Antam Turun jadi Rp1.310.000 per Gram