Peneliti: Indonesia Perlu Hapus Hambatan Non Tarif dalam Perdagangan Beras

Selasa, 13/09/2022 14:50 WIB

JAKARTA, Jurnas.com - Pemerintah Indonesia harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya dalam mentaati perjanjian dagang internasional. Salah satunya melalui penghapusan hambatan non tarif dan juga menghilangkan pembatasan pada perdagangan, termasuk pada beras.

Dalam keterangannya diterima, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Azizah Fauzi mengatakan, salah satu komoditas pangan yang terkena dampak penerapan hambatan non tarif adalah beras. Hambatan tersebut pada akhirnya berkontribusi pada kenaikan harga beras.

Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) dari CIPS menunjukkan, terdapat kenaikan harga beras sebesar 4,14 perse pada Agustus 2022 yang sebesar Rp 12.800 per kilogram, kalau dibandingkan dengan Agustus 2021 yang sebesar Rp 12.291 per kilogram.

Sementara itu, data Food Monitor CIPS menunjukkan adanya kenaikan harga beras di September 2022 yang sebesar 2,16 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga beras di April hingga Juli 2022.

Saat ini, lanjut Azizah, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga kestabilan harga beras. Produktivitas beras musiman telah berfluktuasi sejak 2013, mencapai rata-rata hanya 5,19 ton  per hektare per tahun.

Belum efisiensinya proses produksi beras membuat ongkos produksi beras di dalam negeri menjadi lebih mahal. Hal ini masih ditambah dengan panjangnya rantai pasok dan belum memadainya infrastruktur dalam menjangkau jarak kepulauan Indonesia yang luas.

Di saat yang bersamaan, impor beras perlu melewati proses impor panjang. Pemerintah telah menunjuk Bulog sebagai importir tunggal beras kualitas medium. Kewenangan ini menjadikan mereka memiliki hak monopoli atas komoditas tersebut.

Walaupun demikian, Bulog tetap tidak memiliki keleluasaan dalam mengimpor karena semenjak adanya Badan Pangan Nasional atau Bapanas, penetapan ekspor dan impor pangan harus ditetapkan oleh Bapanas.

Pemerintah ingin memangkas peraturan yang menghambat investasi dan ingin meningkatkan ekspor Indonesia. Akan tetapi, keinginan ini bertolak belakang dengan kebijakan proteksi impor.

Birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang tidak singkat, pembatasan kuota dan perizinan, penentuan waktu impor dan hambatan non tarif lainnya akan membawa dampak negatif bagi investasi dan nilai ekspor.

Indonesia adalah salah satu konsumen beras terbesar di dunia dengan konsumsi beras nasional per kapita pada 2017 sebesar 97,6 kilogram dan diperkirakan meningkat 1,5 perse per tahun menjadi 99,08 kilogram per kapita pada tahun 2025.

Peningkatan ini terjadi seiring dengan laju pertambahan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tercatat 264 juta orang pada 2018, meningkat sebesar 1,27 persen dari 2017.

"Memastikan ketersediaan dan keterjangkauan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah, terutama di saat masyarakat tengah dihadapkan pada berbagai kenaikan harga," tandasnya.

TERKINI
Unggah Foto Dirinya Menangis, Instagram Justin Bieber Diserbu Penggemar Gara-gara Masalah Pita Suara, Jon Bon Jovi Anggap Shania Twain Adiknya Reaksi Taylor Swift saat The Tortured Poets Department Tembus 2,6 Juta Unit dalam Seminggu Disindir di Album TTPD Taylor Swift, Bagaimana Kabar Joe Alwyn Sekarang?