Langkah Jokowi Naikkan Harga BBM Sudah Tepat, Penundaan Justru Membahayakan APBN

Minggu, 04/09/2022 17:05 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang memilih menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dianggap sebagai langkah tepat.

Ekonom INDEF Aviliani mengatakan, penundaan kenaikan harga BBM justru dinilai akan sangat berbahaya bagi postur APBN.

Menurut dia, harga minyak dunia pada 2022 dalam asumsi pemerintah berada di angka 80 dolar per barel. Namun, efek perang Rusia-Ukraina, harganya melambung menjadi 105 dolar per barel. Karenanya, keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM dinilai Aviliani sudah tepat.

“Kalau tidak dinaikkan, pembengkakan APBN bisa berbahaya. Jika semula subsidinya Rp 200 triliun, bebannya jadi Rp 500 triliun. Bahkan bisa lebih Rp 600 triliun,” kata Aviliani saat menghadiri rilis survei Lembaga Survei Indonesia, Minggu (4/9).

Dia juga mendukung keputusan pemerintah dalam memberikan bantalan sosial, bahkan sebelum harga BBM dinaikkan. Kendati demikian, ia menyarankan distribusi bantuan sosial harus benar-benar tepat sasaran.

“Subsidi memang lebih bagus kepada orang, bukan barang. Kalau barang, menimbulkan moral hazard. Bisa ada kenaikan subsidi. Pilihan ini harus dilakukan,” ungkap Aviliani.

Sementara itu, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menyatakan bahwa tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kerja Presiden Jokowi menjadi modal yang cukup untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dan politik.

Dalam temuan LSI, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi pada bulan Agustus berada di angka 72,3 persen. Menurut Djayadi, ada kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan temuan Mei 2022, baru berada di angka 67,5 persen.

“Apakah approval rate bisa menjadi modal untuk menyelesaikan persoalan di Indonesia, seperti ekonomi dan politik, saya jawab iya. Karena tingginya approval rate didasari pada evaluasi masyarakat,” kata Djayadi.

Terkait dampak kenaikan harga BBM, Djayadi menilai tingginya tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden juga bisa modal yang cukup untuk mengurangi dampak negatifnya. Pasalnya, Djayadi melanjutkan, angka 72,3 persen menunjukkan sentiment masyarakat cukup positif terhadap kinerja pemerintah, terutama Jokowi.

“Kalau sentimennya sudah positif, kita lebih mudah berbicara dan menyampaikan sesuatu yang kurang baik. Karena masyarakat sudah percaya dengan pemerintah,” ungkap Djayadi.

 

TERKINI
Unggah Foto Dirinya Menangis, Instagram Justin Bieber Diserbu Penggemar Gara-gara Masalah Pita Suara, Jon Bon Jovi Anggap Shania Twain Adiknya Reaksi Taylor Swift saat The Tortured Poets Department Tembus 2,6 Juta Unit dalam Seminggu Disindir di Album TTPD Taylor Swift, Bagaimana Kabar Joe Alwyn Sekarang?