Himpaudi: 72 Persen Guru PAUD Digaji Kurang dari Rp250 Ribu

Rabu, 31/08/2022 15:41 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Umum PP Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), Prof. Dr. Ir. Netti Herawati, M.Si mengungkapkan bahwa 72 persen guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih berjuang menempuh kesejahteraan. Pasalnya, mereka digaji kurang dari Rp250ribu per bulan.

"Berdasarkan data dari anggota kami yang berjumlah lebih dari 150.000, 72 persen guru gajinya Rp250 ribu ke bawah. Tidak mungkin memerdekakan anak-anak, mengajar profesional, kalau kesejahterannya saja tidak mereka dapatkan," kata Netti dalam perayaan HUT Himpaudi ke-17 di Monas, Jakarta, pada Rabu (31/8).

Permasalahan ini, lanjut Netti, berakar dari Undang-undang Guru dan Dosen yang mendikotomikan antara satuan pendidikan PAUD formal dan nonformal. Akibatnya, guru yang mengajar di PAUD nonformal, tidak mendapatkan tunjangan.

Dikotomi ini tidak hanya menyebabkan jomplangnya kesejahteraan antara guru di PAUD formal dan nonformal, namun juga berdampak pada perbedaan generasi. Di satu sisi, ada anak yang mendapatkan guru profesional, di sisi lain ada anak dengan guru yang masih terus mengejar profesionalitasnya.

"Dan itu akan berisiko muncul dua kelompok yang tidak kita inginkan terjadi. Dan kami anggap ini sebuah ketidakadilan," lanjut Netti.

Oleh karena itu, dia mengapresiasi RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Kemdikbudristek ke DPR RI. RUU ini menyamakan status guru PAUD formal dan nonformal, yang menjadi kabar gembira bagi guru di PAUD nonformal.

"Himpaudi mengimbau semua pimpinan wilayah di tingkat provinsi, kabupaten/kota memberikan dukungan penuh pada RUU Sisdiknas, yang menyebutkan bahwa usia 3-5 tahun sama-sama paud formal dan mendapatkan pengakuan dari negara," tegas dia.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim yang memberikan sambutan secara virtual menyampaikan, cenderung terabaikan dalam kebijakan pendidikan. Sejauh ini PAUD berada dalam kategori pendidikan non-formal.

Menurut Nadiem hal itu mengucilkan peran PAUD. Padahal, PAUD semestinya mendapatkan tempat sebagai pondasi awal pendidikan bagi anak Indonesia.

"PAUD tidak masuk dalam kategori pendidikan formal yang sebagai konsekuensinya, anggaran pemerintah untuk satuan pendidikan PAUD jauh lebih rendah dibandingkan jenjang lainnya.

Sementara itu, Direktur PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbudristek, Santi Ambarrukmi menekankan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah kompetensi guru PAUD. Dikatakan, hanya 26 persen guru PAUD nonformal yang memiliki kualifikasi sarjana (S-1). Sebagian besarpun bukan S-1 PAUD.

"Kami akan membuat satu program yaitu program RPL dari diklat, yang sudah dilakukan oleh guru bekerja sama dengan perguruan tinggi. Sehingga, guru-guru ini lebih cepat mendapatkan S1-nya, karena itulah yang diakui oleh undang-undang yakni kualifikasi S1," ujar Santi.

Dia juga menyebut bahwa pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, melainkan butuh kerja sama dari pemerintah daerah, dinas pendidikan, organisasi profesi, dan semua lini yang terkait.

"Peta jalan paud berkualitas itu sudah ada. Jadi, tinggal tunggu waktu saja, yang di dalamnya kita ingin gurunya berkualitas mulai dari rekrutmen, pelatihan, semua pelaksanaan pendidikan, pengembangan kompetensi mereka akan kami fasilitasi. Kami juga siapkan media pembelajaran baik daring maupun luring, tinggal motivasi dan dedikasi guru saja," tutup Santi.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya