Minggu, 19/06/2022 07:55 WIB
JAKARTA, Jurnas.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan untuk menghapus perbedaan antara negara-negara endemik dan non-endemik dalam kasus cacar monyet. Tujuannya, untuk menyatukan tanggapan terhadap virus tersebut.
Sampai beberapa bulan terakhir, cacar monyet pada umumnya hanya terjadi di Afrika Barat dan Tengah, tetapi sekarang telah menyebar di beberapa benua.
"Kami menghapus perbedaan antara negara endemik dan non-endemik, melaporkan negara bersama jika memungkinkan, untuk mencerminkan tanggapan terpadu yang diperlukan," kata WHO dalam pembaruan situasi wabah tertanggal 17 Juni tetapi dikirim ke media pada Sabtu (18/6).
Antara 1 Januari dan 15 Juni, 2.103 kasus yang dikonfirmasi, kemungkinan kasus dan satu kematian telah dilaporkan ke WHO di 42 negara, katanya.
WHO Temukan Cacar Monyet Strain Mematikan Baru di Kongo
Senin, Penumpang Whoosh Diprediksi Meningkat 40 Persen
H-1 Lebaran, Kualitas Udara Jakarta Masuk Kategori Rendah
Badan kesehatan PBB yang berbasis di Jenewa dijadwalkan pada 23 Juni untuk mengadakan pertemuan darurat untuk menentukan apakah akan mengklasifikasikan wabah cacar monyet global sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.
Penunjukan itu adalah alarm tertinggi yang bisa dibunyikan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.
Mayoritas atau 84 persen dari kasus yang dikonfirmasi berasal dari kawasan Eropa, diikuti oleh Amerika, Afrika, kawasan Mediterania Timur, dan kawasan Pasifik Barat.
WHO percaya jumlah kasus sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Gejala awal cacar monyet yang normal termasuk demam tinggi, pembengkakan kelenjar getah bening dan ruam seperti cacar air.
Namun, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa kasus saat ini tidak selalu menunjukkan gejala seperti flu, dan ruam terkadang terbatas pada area tertentu.
Sumber: AFP