KPK Yakin Uang Suap Eddy Sindoro dari Lippo Group

Kamis, 29/12/2016 06:50 WIB

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyakini dugaan suap terkait pengamanan penanganan perkara yang melibatkan sejumlah perusahaan di bawah naungan Lippo Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak berdiri sendiri. Lembaga antirasuah menduga uang suap yang akhirnya menjerat Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro berasal dari Lippo Group.

Mantan Petinggi Lippo Group itu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap itu lantaran diduga sebagai pihak yang berkuasa atas pemberian uang 50.000 dolar Amerika Serikat ke Panitera PN Jakpus Edy Nasution, terkait pengajuan PK atas perkara PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media. Dua perusahaan itu diketahui bernaung dibawah Lippo Group.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah tak menampik jika pihaknya  mendalami asal muasal uang suap yang sebelumnya pernah terungkap dalam fakta persidangan. Salah satu upaya menelisik lebih lanjut dengan memanggil sejumlah saksi yang dianggap mengetahui seputar sengkarut kasus tersebut untuk menguatkan bukti-bukti yang telah dikantongi penyidik KPK. Diantaranya Presiden Direktur (Presdir) PT Paramount Enterprise, Ervan Adi Nugroho dan Sekretaris perusahaan tersebut, Vika Andreani.

"Dalam persidangan ada sumber dana yang perlu ditelusuri lebih jauh, proses penyidikan akan mengikuti fakta yang disidang dan akan perdalam lagi untuk jadi bukti yang kuat dalam penyidikan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Rabu (28/12).

Selain Eddy Sindoro, tak dipungkiri Febri, ada dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus suap tersebut. Terlebih hal itu sebelumnya telah terungkap dan menjadi fakta persidangan.

"Memang ada hubungan sangat penting terkait sejumlah perusahaan dalam grup besar, dimana orang-orang yang muncul dalam fakta persidangan muncul di bebearpa usaha yang berbeda mulai staf di bawah dan direktur sudah diperiksa di pengadilan tipikor," ungkap Febri.

Penyidik KPK tengah menguatkan bukti guna menjerat pihak lain yang terlibat. Tak terkecuali petinggi Lippo Group lainnya.

"Penyidik mempertimbangkan banyak hal terutama kecukupan bukti perkara ini, ada fakta-fakta persidangan sudah terungkap, ada peran masing-masing pihak dan sejumlah pihak tersebut ada di perusahaan berbeda dan didalami peran lebih lanjut. Nama-nama yang kami panggil ada di fakta persidangan dan kita perdalam dan perkuat agar kontruksi penanganan kasus semakin berjalan," tandas Febri.

Sebelumnya, penyidik KPK telah menggeledah Kantor PT Paramount Enterprise International. Itu dilakukan setelah KPK menangkap tangan Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution yang diduga telah menerima suap dari Eddy Sindoro melalui Doddy Aryanto Supeno (DAS).

Eddy Sindoro ditetapkan tersangka oleh KPK lantaran diduga terlibat dalam kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Eddy diduga memberikan sejumlah uang kepada Panitera sekaligus Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution. Pemberian uangnya bertujuan agar PK yang diajukan oleh perusahaan yang berdiri di bawah naungan Eddy bisa diterima.

Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Diduga kuat Eddy merupakan pihak yang berkuasa atas pemberian uang 50.000 dolar Amerika Serikat ke Edy Nasution, terkait pengajuan PK atas perkara PT Across Asia Limited melawan PT First Media.

Kasus bermula bermula dari putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 31 Juli 2013, PT AAL dinyatakan pailit. Meski begitu, hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT Across tidak mengajukan upaya hukum PK ke MA.

Namun untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy menugaskan salah satu orang kepercayaannya, Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan PK di MA, meskipun batas waktunya sudah habis.

Untuk memuluskan meinginannya, Hesti pun menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.‬ Edy Nasution akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Namun, dia meminta disediakan imbalan kepada Hesti.‬

Kemudian, pada Februari 2016, PT AAL menunjuk kuasa hukum baru, di antaranya Dian Anugerah Abunaim dan Agustriady. Penunjukkan kuasa hukum inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa putusan Kasasi belum pernah diterima, karena surat putusan dikirimkan kepada kuasa hukum yang lama.‬

Alasan tersebut juga jadi alasan Edy Nasution untuk menerima kembali pendaftaran PK. Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 Dollar AS dari Agustriady.‬

Kasus yang menjerat Eddy merupakan pengembangan kasus sebelumnya yang telah menjerat Edi Nasution dan karyawan PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya