Majelis Hakim Tolak Eksepsi Ahok

Selasa, 27/12/2016 11:44 WIB

Jakarta - Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto menolak eksepsi tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Atas keputusannya, Ia memerintahkan untuk melanjutkan agenda sidang terkait pada tanggal 3 Januari 2017 dalam kepentingan persidangan saksi-saksi.

Dari jalannya persidangan, majelis hakim membacakan eksepsi tim kuasa hukum Ahok beserta tanggapan Jaksa Penuntut Umum. Isi dalam eksepsi tersebut mengungkapkan berbagai kebijakan Ahok selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang dinilai berpihak kepada umat muslim.

Diantaranya membangun renovasi mewah untuk mesjid Fatahillah Balaikota DKI. Memberlakukan kebijakan perubahan jadual pulaang bagi PNS muslim saat bulan puasa yang semula pukul 15.00 WIB menjadi 14.00 WIB.

Selain itu, Ahok disebutkan turut serta membantu berbagai sekolah Islam dan pembangunan pesantren dengan ulama di Jawa Timur serta memberangkatkan sejumlah pengurus mesjid naik haji.

Kendati demikian, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarso menyatakan pengajuan keberatan Ahok dan tim pengacara tidak dapat diterima. "Menyatakan keberatan. Terdakwa tidak dapat diterima," ujar Dwiarso di Pengadilan Jakarta Utara, jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Majelis hakim juga menganggap surat dakwan JPU sah secara hukum untuk menjadi dasar pemeriksaan perkara pidana Ahok. Pernyataan hakim itu menjawab tim kuasa Ahok yang dalam eksepsinya menilai dakwaan JPU memuat tuduhan yang tidak sah.

"Memerintahkan sidang lanjutan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Maka keberatan terdakkwa akan diputus setelah pemeriksaan alat bukti, menyatakan keberatan tidak dapat diterima," jelasnya.

Sebelumnya, Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif antara pasal 156 hurug a KUHP atau pasal 156 KUHP. Pasal itu menyatakan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak RP4.500.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya