Rabu, 13/04/2022 23:49 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Kiai Cholil Nafis mengatakan, Islam itu tidak pernah memberikan sistem kenegaraan secara pasti untuk dijalankan, naik itu model khilafah, imaroh, maupun demokrasi.
Oleh karena itu, sistem sebuah negara tergantung pada kesepakatan yang telah ditentukan melalui undang-undang.
"Jadi, kalau kita memastikan khilafah, itu sama saja kita memastikan sesuatu yang sifatnya ijtihadi. Demikian juga kalau kita mengkultuskan demokrasi sebagai satu satunya cara yang memberikan keadilan, itu juga sama dengan mengkultus," ujar Kiai Cholil, dikutip dari laman MUI pada Rabu (13/4).
Sistem khilafah, lanjut Kiai Cholil, sebenarnya bisa saja diterapkan dalam bernegara. Namun, sistem tersebut tidak tepat jika diterapkan di Indonesia.
MUI DKI Jakarta Bakal Sikapi Perubahan Usai Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota
Anwar Iskandar Lantik Pengurus MUI DKI Jakarta 2023-2028
MUI DKI Jakarta 2023-2028 Gelar Mukerda Pertama
Pasalnya, Indonesia sudah memiliki kesepakatan tersendiri terkait hal tersebut, mengacu pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 28e ayat satu, dua, dan tiga.
"Hal tersebut sangat menjelaskan bahwa kita diberikan kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan. Hanya saja kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain," tegas dia.
Kiai Cholil menambahkan, konstitusi dan kebangsaan sangat strategis untuk dibahas pada saat ini. Sebab, tujuan bernegara ialah baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur (negeri yang adil dan makmur).
"Kalau dalam bahasa konstitusi ada empat, yaitu perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan juga perdamaian," tutur Kiai Cholil.
Dalam beragama dan bernegara, Kiai Cholil menyampaikan bahwa keduanya ibarat saudara kembar, yang mana agama diibaratkan sebagai dasarnya, sementara negara diibaratkan sebagai penjaganya.
"Kalau tidak ada dasar atau pondasinya, kita tidak akan bisa membangun. Jangankan ingin membangun dua sampai lima lantai, baru membangun satu lantai saja sudah roboh," tutup dia.