KPAI Desak Nadiem Hentikan PTM Terbatas

Selasa, 08/02/2022 14:01 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, menghentikan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Komisioner KPAI, Retno Listyari beralasan pandemi Covid-19 yang saat ini memasuki gelombang ketika, terutama setelah kemunculan varian Omicron, mengancam keselamatan peserta didik.

Dalam survei KPAI yang berlangsung pada 4-6 Februari, responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61 persen, sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39 persen.

"Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, namun pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka," kata Retno dalam keterangannya pada Selasa (8/2).

Menurut Retno, kelompok yang menolak PTM terbatas harus difasilitasi izin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM di semua level PPKM. Sebab, ketika kebijakan PTM 100 persen maka izin orangtua tidak ada lagi.

"Padahal ada 39 persen orangtua khawatir anaknya mengikuti PTM dan berharap dapat memilih serta dilayani PJJ," urai Retno.

Alasan orangtua peserta didik yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen, yaitu: Anak belum mendapatkan vaksin atau belum di vaksin lengkap dua dosis (2 persen); Anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD (3 persen); Kapasitas PTM 100 persen membuat anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak (21 persen); Meningkatnya kasus Covid-19, khususnya Omicron (72 persen); dan jawaban lainnya (2 persen).

"Mayoritas orangtua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus Covid-19, terutama Omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari Delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular," ujar Retno.

Saat ditanya apakah sekolah pernah ditutup sementara karena adanya kasus positif Covid-19, jawaban responden cukup mengejutkan, karena yang mengaku sudah pernah sekolahnya ditutup sebagai tindaklanjut adanya temuan kasus Covid-19 mencapai 78 persen, dan yang belum pernah sekolah anaknya ditutup (22 persen).

"Walaupun sekolah anaknya pernah ditutup karena adanya kasus warga sekolah yang positif, namun para orangtua tetap mengijinkan anaknya kembali bersekolah tatap muka setelah sekolahnya ditutup beberapa hari. Alasannya, mereka mempercayai sekolah dan pemerintah daerah sudah sesuai SKB 4 Menteri dan telah dilakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment)," lanjut Retno.

Retno menambahkan, usulan PTM dihentikan dahulu ini di angka yang cukup besar, yaitu 25 persen orangtua peserta didik, meskipun dihentikannya sampai kapan cukup variatif. Ada orangtua yang mengusulkan hingga usai 14 hari libur Idul Fitri (4 persen), sampai Maret 2022 (11 persen) dan sampai tahun ajaran baru (10 persen).

"Suara orangtua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Atas dasar konvensi Hak Anak, di masa pandemik negara harus mengutamakan keselamatan anak di atas segalnya. Hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan di nomor 3, urutannya seharusnya demikian," tutup Retno.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya