Joe Biden Sanksi Korea Utara Pasca Uji Coba Rudal Balistik

Kamis, 13/01/2022 06:42 WIB

WASHINGTON, Jurnas.com - Pemerintahan Joe Biden memberlakukan sanksi pertamanya atas program senjata Korea Utara menyusul serangkaian peluncuran rudal Korea Utara, termasuk dua sejak pekan lalu.

Dikutip dari Reuters, sanksi tersebut menargetkan enam warga Korea Utara, satu orang Rusia dan satu perusahaan Rusia yang menurut Washington bertanggung jawab atas pengadaan barang untuk program tersebut dari Rusia dan China.

Departemen Keuangan AS mengatakan langkah-langkah tersebut bertujuan untuk mencegah kemajuan program Korea Utara dan untuk menghambat upayanya untuk mengembangkan teknologi senjata.

Pemerintahan Presiden AS Biden tidak berhasil melibatkan Pyongyang dalam dialog untuk membujuknya agar menyerahkan bom nuklir dan misilnya sejak menjabat pada Januari tahun lalu.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price mengatakan, Washington tetap berkomitmen untuk melakukan diplomasi dengan Korea Utara.

"Apa yang telah kami lihat dalam beberapa hari terakhirhanya menggarisbawahi keyakinan kami bahwa jika kami ingin membuat kemajuan, kami perlu terlibat dalam dialog itu," katanya dalam jumpa pers reguler.

Departemen Keuangan mengatakan, sanksi itu mengikuti enam peluncuran rudal balistik Korea Utara sejak September, yang masing-masing melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan, Brian Nelson mengatakan langkah itu menargetkan penggunaan terus menerus perwakilan luar negeri Korea Utara untuk mendapatkan barang secara ilegal untuk senjata.

"Peluncuran terbaru Korea Utara adalah bukti lebih lanjut bahwa mereka terus memajukan program-program terlarang meskipun ada seruan masyarakat internasional untuk diplomasi dan denuklirisasi," kata Nelson dalam sebuah pernyataan.

Dikatakan bahwa Departemen Luar Negeri telah menunjuk Choe Myong Hyon yang berbasis di Rusia, warga negara Rusia Roman Anatolyevich Alar dan perusahaan Rusia Parsek untuk "kegiatan atau transaksi yang secara material berkontribusi pada proliferasi senjata pemusnah massal atau alat pengirimannya".

Dikatakan Choe Myong Hyon, perwakilan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Alam Kedua Korea Utara (SANS) yang berbasis di Vladivostok, telah bekerja untuk mendapatkan peralatan terkait telekomunikasi dari Rusia.

Empat perwakilan organisasi bawahan SANS Korea Utara yang berbasis di China - Sim Kwang Sok, Kim Song Hun, Kang Chol Hak dan Pyon Kwang Chol - dan satu orang Korea Utara yang berbasis di Rusia, O Yong Ho, juga menjadi sasaran.

Sim Kwang Sok, yang berbasis di Dalian, telah bekerja untuk mendapatkan paduan baja dan Kim Song Hun, yang berbasis di Shenyang, perangkat lunak dan bahan kimia, kata Departemen Keuangan.

Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken pada pernyataanya mengatakan, setidaknya antara 2016 dan 2021, O Yong Ho telah bekerja dengan Parsek dan Alar, direktur pengembangan perusahaan, untuk pengadaan beberapa barang, termasuk benang Kevlar, serat aramid, oli penerbangan, bantalan bola, dan mesin penggilingan presisi.

Blinken mengatakan Alar juga memberi O Yong Ho instruksi untuk membuat campuran bahan bakar roket padat.

"Hubungan pengadaan dan pasokan antara O Yong Ho, Roman Anatolyevich Alar, dan Parsek LLC adalah sumber utama barang dan teknologi yang dapat diterapkan rudal untuk program rudal DPRK," katanya.

TERKINI
Genjot Penjualan di China, Toyota Gandeng Tencent Toyota Kenalkan Dua Varian Mobil Listrik untuk Pasar China Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore