HNW Kritisi Anggota Majelis Masyayikh Belum Mewakili 3 Pesantren yang Diakui Undang-Undang

Jum'at, 31/12/2021 08:08 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mengkritisi penetapan anggota Majelis Masyayikh sesuai UU Pesantren oleh Menteri Agama, setelah proses pemilihan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang juga pernah dikritisi publik.

Sikap kritis HNW, sapaan akrab Hidayat Nur Wahid tersebut karena belum terpenuhinya asas representatif yang dapat mewakili 3 jenis pesantren yang diakui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Represensi yang mewakili 3 jenis pesantren, itu menurut HNW sangat penting, karena pembetukan anggota Majelis Masyayikh ini adalah yang pertama, dan akan dirujuk serta menjadi pola pembentukan Majelis Masyayikh berikutnya.

Karena itu, mestinya Menag menghadirkan “sunnah hasanah” atau tradisi yang baik, benar dan adil. Mengakomodasi secara proporsional representasi dari 3 jenis Pesantren yang diakui oleh Pasal 2 ayat (2) UU Pesantren. Yakni Pesantren yang mengkaji kitab kuning (Tradisional), Pesantren dengan sistem Muallimin (Modern) dan Pesantren yang memadukan Ilmu Umum dan Agama.

“Saya mengapresiasi dibentuknya Majlis Masyaikh, serta penetapan para Kiai dan Nyai sebagai anggota Majelis Masyayikh. Namun, baru saja diumumkan, saya mendapatkan masalah yang juga merupakan aspirasi komunitas Pesantren yang mengkritisinya, karena komposisi Majlis Masyaikh yang terpilih, belum merepresentasikan tiga jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (30/12/2021).

Baru 2 jenis yang diwakili, dari tiga jenis yang ada. Yaitu Pesantren Salafiyah (yang mengkaji kitab kuning) dan Pesantren yang mengintegrasikan antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum, sementara yang jenis Muallimin (Modern), yang Pesantrennya juga besar dan banyak, malah belum terwakili sama sekali.

Mestinya Majlis Masyaikh sesuai dengan prinsip Ahlul Halli wal ‘Aqdi, merepresentasikan secara adil dan proporsional semua jenis Pesantren yang diakui oleh UU Pesantren.

 

Menurut Hidayat, peraturan perundang-undangan memang tidak secara spesifik mengatur harus adanya keterwakilan tersebut. Tetapi di negara Pancasila yang mempraktekkan demokrasi, dan Agama Islam yang perintahkan pemenuhan keadilan, tentu saja asas perwakilan dan musyawarah yang ada dalam sila keempat Pancasila harus dirujuk.

Dan hal itu perlu dikedepankan sebagai konsekuensi logis dan kelaziman aturan hukum dari adanya klasifikasi tiga jenis pendidikan Islam. Yaitu pesantren yang diakui oleh UU dan juga oleh Negara (Kementerian Agama). Apalagi, Majelis Masyaikh diberi kewenangan oleh UU dan peraturan pelaksananya untuk melaksanakan tugas yang sangat mendasar dan penting terkait dengan Pesantren.

Pasal 29 UU Pesantren menyebutkan Majelis Masyayikh memiliki tugas, sebagai berikut, menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren, memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum Pesantren, merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren dan merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan.

Juga melakukan penilaian serta evaluasi dan pemenuhan mutu. Serta memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah Santri yang dikeluarkan oleh Pesantren. Pasal ini niscaya menjadi pasal yang dirujuk sebagai rincian atas pasal 20 ayat 2 yang membatasi tapi tidak singkron dengan 3 jenis Pesantren yang diakui oleh UU Pesantren.

“Dengan kewenangan dan tugas yang sangat strategis, penting dan mencakup semua jenis Pesantren tersebut, maka sudah sewajarnya bila anggota majelis masyayikh merepresentasikan semua jenis pesantren yang ada dan diakui dalam UU Pesantren,” tukasnya.

Oleh karena itu, HNW berharap Menteri Agama dan AHWA segera mengkoreksi kebijakannya dengan menambahkan jumlah anggota Majelis Masyayikh agar merepresentasikan 3 jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren.

Apalagi, Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren menyebutkan bahwa Majelis Masyayikh minimal terdiri dari 9 orang dan maksimal 17 orang. Dan sekarang baru ditunjuk 9 orang saja, yang kemungkinan baru mewakili 2 dari 3 jenis Pesantren yang diakui oleh UU. Dan secara nyata ada serta diakui kiprahnya oleh Masyarakat.

“Agar Majelis Masyaikh dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara baik dan benar untuk berkhidmat kepada semua jenis Pesantren, bukan hanya untuk sebagian jenis Pesantren saja, dengan mengesampingkan jenis Pesantren lain yang sama kedudukannya dihadapan hukum yaitu UU Pesantren,” pungkasnya.

TERKINI
Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore Akhirnya Britney Spears Benar-benar Bebas dari Ayahnya Setelah Konservatori Usai 2 Tahun Lalu Scarlett Johansson Dampingi Suaminya Colin Jost Jadi Penghibur di Gedung Putih