Komisi X DPR: Aturan Permendikbud 30/2021 Multitafsir, Harus Direvisi

Kamis, 11/11/2021 09:03 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menyarankan agar Permendikbud 30/2021 bisa segera direvisi dan disosialisasikan secara masif.

Bukan tanpa alasan, menurut dia, hal itu penting dilakukan mengingat aturan terkait kekerasan seksual di lingkungan kampus itu dinilai masih multitafsir, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi publik.

“Padahal kita sedang berbenah agar kampus menjadi tempat yang aman dan kondusif. Jangan sampai kekisruhan ini menjadikan upaya ini mengalami kemunduran dan bahkan terhambat,” kata dia dalam pesan elektronik yang dipancarluaskan, Kamis (11/11).

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, tidak akan menerima aturan yang bertujuan melegalkan seks bebas di Lembaga Pendidikan. "Apalagi Partai Golkar selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945", ujar Hetifah.

Dia menggarisbawahi pentingnya dukungan semua pihak agar tindakan kekerasan seksual yang marak terjadi di lembaga pendidikan bisa diberantas. Kasus pelecehan oleh dosen terhadap mahasiswa, seperti yang terjadi di Universitas Riau, baru-baru ini jangan sampai terulang.

“Dalam institusi pendidikan tentunya ada ketimpangan hirarki yang sangat rentan disalahgunakan oleh mereka yang memiliki kuasa,” terangnya

Oleh karena itu, jangan sampai niat baik bersama untuk menghapuskan kekerasan seksual di Lembaga pendidikan terhambat karena terdapat penafsiran yang berbeda. Di saat bersamaan, masih banyak pihak yang tidak mempercayai bahwa kekerasan seksual marak terjadi di Lembaga pendidikan.

“Saya mendorong seluruh pihak yang bergerak di bidang pendidikan untuk membaca liputan #NamaBaikKampus oleh teman-teman media agar kita semua sama-sama menyadari betapa urgennya situasi sekarang,” jelas Hetifah.

Mengenai kekhawatiran banyak pihak terhadap kemungkinan peraturan ini meningkatkan terjadinya perilaku seks bebas di kampus, Hetifah menegaskan bahwa tiap kampus telah memiliki tata tertib masing-masing yang sebagian besar telah mengatur sanksi untuk perbuatan zina dan tindak asusila.

“Sesuai dengan norma dan nilai-nilai agama di Indonesia, pengaturan terhadap tindak asusila dalam tata tertib kampus perlu ditegakkan dengan semakin tegas. Namun, pada saat bersamaan perlu diberikan jaminan bahwa korban kekerasan seksual yang mengalami pemaksaan tidak akan turut dihukum sebagai pelaku tindakan asusila,” imbuhnya.

Untuk pelaku kekerasan seksual sendiri, Hetifah menyarankan agar dikenakan hukuman ganda baik dalam konteks aturan terhadap kekerasan seksual dan tindak asusila.

“Hukumannya perlu diperberat, tidak hanya sebagai pelaku tindak asusila atau zina melainkan juga sebagai pelaku kekerasan seksual,” jelasnya

Terakhir, Hetifah mengimbau agar setiap kampus tetap amanah dan fokus dalam upayanya agar kekerasan seksual yang selama ini sering ditutup-tutupi atau diabaikan demi “nama baik kampus” bisa diberantas sampai ke akarnya.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya