Baru Terbit, PP 85/2021 Ditolak Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara

Sabtu, 25/09/2021 17:34 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah belum lama ini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Baru terbit, PP itu mengundang protes keras para pengusaha kapal perikanan tangkap dan nelayan di Indonesia. Mereka menganggap PP tersebut memberatkan karena kenaikan PNBP mencapai 150 persen lebih. Padahal usaha perikanan tangkap saat ini sedang lesu menyusul adaya pandemi Covid 19. 

Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN) yang terdiri dari organisasi kenelayanan di tanah air, seperti : SNT, PPNSI, HNSI, SNNU, Yamitra, dan lain-lain sepakat menolak PP 85 2021 tentang tarif baru PNPB KKP.

Penolakan tersebut didasari atas kondisi usaha perikanan tangkap yang sedang lesu. Sejak pandemi Covid 19, para pelaku usaha tangkap ikan dan nelayan di tanah air merasakan kondisi yang sulit. 

Harga ikan turun tajam sampai 30 persen. Sementara harga perbekalan nelayan naik sampai 2 persen. Kondisi ini semestinya menjadi perhatian dan memperoleh dukungan pemerintah.Namun sebaliknya, pemerintah malah menaikkan PNBP bagi kapal perikanan tangkap. 

Sebagai perbandingan, salah satu kapal nelayan di Karangsong Kabupaten Indramayu. Pembayaran SIPI tahun sebelumnya hanya dikenakan tarif sebesar Rp124 juta lebih, namun untuk tahun ini mereka harus membayar perpanjangan SIPI dengan tarif baru yakni sebesar Rp201 juta lebih.

Ketua GONN yang juga ketua SNT (Serikat Nelayan Tradisional) Kajidin, dengan tegas menolak kenaikat tarif baru PNBP.

"Nelayan kita masih bisa bertahan hidup di masa pandemi seperti sekarang saja sudah bagus, belum lagi menghadapi perubahan alam yg berdampak pada lambatnya kita untuk mencari ikan di laut butuh waktu berbulan-bulan bahkan ada yg sampai 9 bulan. Sekarang malah dibebani tarif baru PNBP," ujar dia, Jumat 24 September 2021.  

Hal senada juga disampaikan oleh ketua PPNSI, Robani Hendra Permana. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tidak tepat menaikkan PNBP di tengah kondisi usaha yang sedang lesu. Hasil tangkap ikan dan harga ikan sedang turun pelaku usaha dipaksa untuk membayar PNBP lebih tinggi. 

"Pemerintah seharusnya lebih fokus pada sisi hilir perikanan, mendorong tumbuhnya sentra-sentra pengolahan produk perikanan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan nilai tambah (added value) bagi perikanan di Indonesia. Oleh karenanya, kami meminta kepada pemerintah untuk membatalkan seluruh regulasi terebut," tandas dia. 

Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Indramayu , Dedi Aryanto menyampaikan kata sepakatnya untuk menolak kebijakan yang tidak pro pada nelayan ini. "Sektor lain seperti pariwisata, pertanian, dan lainnya mendapat subsidi dan relaksasi dari pemerintah, nelayan malah di bebani dengan kenaikan PHP PNBP ini," tukas Dedi. 

Demikian juga dengan Fauzan Adzim, Sekjen SNNU (Serikat Nelayan Nahdatul Ulama) Jawa Barat. Ia berpendapat, seharusnya pemerintah banyak memberikan solusi bagaimana mensetabilkan harga ikan, membangun pusat pengelolaan hasil tangkap di masing masing pelabuhan, membenahi minimnya sarana pelabuhan sehingga banyaknya ikan hasil tangkap dapat terserap dan pada akhirnya harga ikan lebih stabil.

TERKINI
Genjot Penjualan di China, Toyota Gandeng Tencent Toyota Kenalkan Dua Varian Mobil Listrik untuk Pasar China Perang Epik Rebutan Kilang Anggur, Brad Pitt dan Angelina Jolie Saling Menuduh Milla Jovovich Ungkap Dirinya Pernah Jadi Baby Sitter Anak-anak Bruce Willis dan Demi Moore