Jakarta, Jurnas.com - Direktur Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dasar dan Menengah (PAUD Dasmen), Purwadi Sutanto menyebut pembelajaran tatap muka (PTM) merupakan solusi untuk mengatasi hilangnya pembelajaran (learning loss), yang menghantui dunia pendidikan Indonesia akibat pandemi Covid-19.
Pembelajaran Tatap Muka, lanjut Purwadi, juga menjadi jawaban atas metode belajar dari rumah (BDR), yang selama setahun terakhir terbukti tidak efektif dengan alasan masalah ketersediaan gawai (gadget), motivasi rendah, hingga infrastruktur komunikasi yang belum merata.
"Jadi kalau di rumah yang sekolah orang tuanya, bukan anaknya. Banyak anak yang merasa sudah lama tidak bersekolah, ketika ditanya apakah mau PTM mereka bilang lebih enak seperti ini (BDR, Red). Ini bahaya sekali," kata Purwadi dalam Dialog Fortadikbud beberapa waktu lalu melalui konferensi video.
Selain rendahnya motivasi belajar, Purwadi mengatakan bahwa BDR juga membuat para peserta didik, orang tua, dan pendidik kini merasakan stres berkepanjangan.
"Tingkat depresi anak makin tinggi. Bukan cuma orang tuanya, bahkan gurunya juga. Mereka ingin segera PTM," ujar Purwadi.
Sebagaimana diketahui, Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang diteken oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Agama (Menag) pada 30 Maret 2021 lalu mengizinkan satuan pendidikan menggelar PTM terbatas.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa sekolah tidak perlu menunggu tahun ajaran baru yang jatuh pada Juli 2021 untuk memulai PTM, dengan syarat tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
"Satuan pendidikan yang sudah ataupun dalam proses melakukan PTM terbatas walau pendidik dan tenaga kependidikannya belum divaksinasi tetap diperbolehkan melakukan PTM terbatas selama mengikuti protokol kesehatan dan sesuai izin pemerintah daerah," kata Nadiem beberapa waktu lalu.
Adapun ketentuan protokol kesehatan yang dimaksud yaitu: pembatasan jumlah siswa di kelas menjadi 50 persen atau maksimal 18 peserta didik; pembagian rombongan belajar (shifting); mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menerapkan etika batuk/bersin.
Juga, sekolah wajib: memastikan kondisi medis warga di satuan pendidikan; menutup kantin; meniadakan kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan selain pembelajaran di lingkungan satuan pendidikan; serta mengisi daftar periksa yang dikeluarkan oleh Kemdikbud.
"Sekolah diimbau segera mengisi daftar periksa dari Kemdikbud. Angkanya (kesiapan sekolah) setiap hari semakin bertambah. Terkait kenapa sekolah belum mengisi daftar periksa, ini harus kita evaluasi," jelas Purwadi.
Purwadi menambahkan, apabila setelah melakukan pembelajaran tatap muka lalu ditemukan kasus Covid-19, maka sekolah tersebut wajib ditutup kembali demi kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan.
"Bila terjadi, ini segera dilakukan keamanan sebaik-baiknya. Mengevakuasi hal yang sedang terpapar itu. Sekolah harus ditutup, dilakukan tracing dan rapid test," terang Purwadi.
()