https://www.jurnas.com/images/img/conf-Jurnas_11.jpg
Beranda News Ekonomi Ototekno Gaya Hidup Hiburan Olahraga Humanika Warta MPR Kabar Desa Terkini

Fakta vs Mitos seputar Kusta Yang Wajib Diketahui

Mutiul Alim | Selasa, 24/01/2023 21:15 WIB

Mitos seputar kusta menjadi biang diskriminasi dan stigma yang diterima oleh pasien kusta maupun Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) Ilustrasi fakta vs mitos (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Mitos seputar kusta menjadi biang diskriminasi dan stigma yang diterima oleh pasien kusta maupun Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Karena mitos, mereka kerap kali dikucilkan dari pergaulan, hingga kehilangan kesempatan bekerja.

Melalui wawancara dengan Technical Advisor NLR Indonesia untuk wilayah Jawa Barat, dr. Udeng Daman, berikuti ini mitos vs fakta seputar kusta yang sering ditemui di masyarakat:

Mitos: Kusta penyakit kutukan
Fakta: Kusta adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Sehingga, tidak benar mitos yang mengatakan bahwa ini merupakan penyakit kutukan atau penyakit turunan.

Baca juga :
Polemik Zat Adiktif di RUU Kesehatan, Usulan Pembedaan Aturan Rokok Konvensial dan Elektrik Mulai Muncul

"Memang ada stigma masyarakat tidak tahu apa sebenarnya kusta. Ada anggapan penyakit aib, penyakit kutukan, itu anggapan salah dan harus kita betulkan," terang dr. Udeng kepada Jurnas.com pada Senin (16/1).

Mitos: Kusta penyakit sangat menular
Fakta: Kendati menular, penyakit ini bisa diobati. Kusta hanya bisa menular ketika pasien kusta belum berobat, baik saat bergejala maupun belum bergejala. Adapun jika sudah menjalani pengobatan, kusta tidak menular.

Baca juga :
Rokok Elektrik Potensial jadi Industri Unggulan Baru

"Kusta itu penyakit menular, tapi, tidak sekali ketemu pasien kusta langsung tertular, tapi membutuhkan waktu 2-5 tahun. Masa inkubasinya saja 1-5 tahun. Ada yang juga lebih dari 5 tahun. Tergantung daya tubuh," kata dia.

Mitos: Kusta menyebabkan disabilitas
Fakta: Menurut dr. Udeng, keterlambatan pengobatan kusta dapat menyebabkan gangguan fungsi syaraf, yang pada akhirnya bisa menyebabkan disabilitas. Jadi, disabilitas yang ditimbulkan bukan disebabkan langsung oleh kusta.

Baca juga :
Baleg DPR Soroti RUU Kesehatan: Kami Tak Larang Industri Rokok Elektrik

"Disabilitasnya bukan karena penyakit kutukan. Karena telat diobati, tidak mau datang ke puskesmas, akhirnya kuman kusta menyebabkan gangguan fungsi syaraf," imbuh dr. Udeng.

Mitos: Kusta tidak bisa disembuhkan
Fakta: dr. Udeng menegaskan bahwa kusta bisa disembuhkan. Dan pasien kusta yang meminum obat MDT (multi-drug-therapy) selama 6-12 bulan, tidak lagi bisa menularkan kusta kepada orang lain. Kabar baiknya, obat MDT di puskesmas bisa didapatkan secara gratis.

"Sayangnya, banyak yang tidak mau datang ke puskesmas karena stigma, termasuk stigma dari pasien kusta sendiri. Dia takut kalau ke puskesmas tidak diterima oleh puskesmas. Ditambah juga keluarga yang tidak mendukung," tutup dr. Udeng.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYMPK) sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYMPK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

(Mutiul Alim)
KEYWORD :

Fakta Mitos Kusta OYPMK Kesehatan