https://www.jurnas.com/images/img/conf-Jurnas_11.jpg
Beranda News Ekonomi Ototekno Gaya Hidup Hiburan Olahraga Humanika Warta MPR Kabar Desa Terkini

BKSAP: Diplomasi Luar Negeri DPR Sering Lebih Efektif Dibanding G to G

Aliyudin Sofyan | Sabtu, 25/09/2021 21:22 WIB

Perundingan-perundingan antarlegislatif lebih bersifat informal dan tak terikat dengan berbagai protokol yang mengikat pemerintahan. Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Achmad Hafisz Tohir. Foto: kwp/jurnas.com

BANDUNG, Jurnas.com – Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyampaikan bahwa diplomasi luar negeri yang dilakukan oleh DPR seringkali lebih efektif dibandingkan dengan diplomasi G to G atau antar pemerintah.

Demikian disampaikan Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ahmad Hafisz Tohir dalam sosialisasi Optimalisasi Tugas dan Fungsi DPR di Tengah Pandemi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).

DPR selain memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, anggaran, juga memiliki fungsi menjalankan diplomasi dengan negara sahabat Indonesia.

Baca juga :
Pesawat Komersil Terbesar di Dunia Mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai

Hafisz mengatakan, berdasarkan UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) Pasal 69 Ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa "DPR juga punya fungsi mdukung Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri. Landasan yuridisnya diatur dalam UUD 1945 Pasal 11 mengenai perjanjian internasional & Pasal 13 tentang Pertimbangan, Pengangkatan & Penempatan Duta Besar.

Selanjutnya, kata Hafisz, adalam penyelenggaraan hubungan luar negeri berdasar UU 37/1999, dijelaskan bahwa pelaksanaan politik luar negeri tidak dapat dipisahkan dari konsepsi Ketahanan Nasional.

Baca juga :
DPR Bangga Anak Bangsa Buat Kapal Kepresidenan KRI Bung Karno

Pasal 5 ayat (2) UU No.37/1999 tersebut berkorelasi dengan pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dan diplomasi parlemen.

“Persfektif inilah yan menjadi dasar penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri & Pelaksanaan Politik Luar Negeri oleh DPR RI sebagai Track-2 Diplomasi Parlemen atau 2nd Track Parliament Diplomacy,” ujar Hafisz.

Baca juga :
Relawan Rumah Jokowi Deklarasi Ganjar Presiden, Tolak Prabowo Cawapres

Menurut legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini, fungsi diplomasi DPR lebih efektif daripada diplomasi G to G karena diplomasi DPR tidak terlalu terikat dengan protokoler pemerintahan.

Selain itu, lanjut Hafisz, efektifitas diplomasi DPR karena berdasarkan banyak pertimbangan. Di antaranya adalah mayoritas sistem pemerintahan negara di dunia menerapkan sistem parlementer.

“Dua per tiga pemerintahan di dunia menggunanakan sistem parlementer. Sementara negara yang menerapkan sistem presidensial hanya satu per tiga, termasuk Indonesia,” katanya.

Selain itu, perundingan-perundingan antarlegislatif lebih bersifat informal dan tak terikat dengan berbagai protokol yang mengikat pemerintahan.

Ia mencotohkan, isu kelapa sawit Indonesia mendapatkan tekanan di Uni Eropa. Dalam courtesy call dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, BKSAP menyampaikan data dan fakta sawit Indonesia. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk meng-counter upaya black campaign atas sawit Indonesia di berbagai negara Eropa.

Dalam forum-forum seperti misalnya Parliamentary Conference on WTO, BKSAP juga sampaikan intervensi mengenai Kebijakan pemerintah untuk memajukan industri kelapa sawit nasional.

“Hasilnya, meski Uni Eropa masih menolak CPO Indonesia, tetapi beberapa negara mereka memiliki

ketertarikan memanfaatkan minyak sawit kita,” katanya.

Contoh lain, terkait isu rancangan resolusi ekonomi digital masyarakat ASEAN yang dibahas dan dinegosiasikan melalui Komisi Ekonomi Sidang AIPA ke-42 yang baru berlangsung bulan Agustus lalu.

“Digitalisasi merupakan salah satu key deliverables yang ingin dicapai Brunei Darussalam di bawah kepemimpinan mereka di ASEAN. Saat itu kami duduk bersama untuk merancang resolusi di Komisi Ekonomi, salah satu usulan Filipina adalah memasukan kesepakatan mengenai mata uang digital,” ujar Hafisz.

Menurutnya, UU Mata Uang sebagai landasan legislasi hanya memberikan landasan bagi pengembangan GBDC atau Government Bank Digital Currency. Kondisi ini berbeda dengan Filipina yang mengakui digital currency secara umum sehingga memberikan ruang bagi penggunaan bitcoins, ethereum, cardano dan digital currency lainnya.

“Mengingat ASEAN sudah merupakan satu Komunitas, maka hal-hal seperti ini hartus kita cermati karena satu kesepakatan di level ASEAN dapat memberikan pengaruh bagi seluruh negara anggota,” katanya.

(Aliyudin Sofyan)
KEYWORD :

BKSAP DPR diplomasi