Sabtu, 20/04/2024 18:34 WIB

DPR Ingatkan Pemerintah, Rencana Vaksinasi Berbayar Rawan Penyimpangan

Ketika coverage vaksinasi masih rendah, dengan jumlah vaksin yang terbatas, disparitas vaksin akan berbahaya karena akan terjadi pengoplosan dari vaksin gratis menjadi vaksin berbayar. Karena itu sebaiknya rencana vaksinasi berbayar ini ditunda hingga kondisinya memungkinkan.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: Azka/Man)

Jakarta, Jurnas.com - Kalangan dewan mewanti-wanti Pemerintah untuk berhati-hati memberlakukan kebijakan vaksinasi berbayar. 

Wakil Ketua Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan, kebijakan itu rawan penyimpangan dengan beragam model. Salah satunya penyalagunaan vaksin gratis untuk keperluan vaksin berbayar. 

"Ketika coverage vaksinasi masih rendah, dengan jumlah vaksin yang terbatas, disparitas vaksin akan berbahaya karena akan terjadi pengoplosan dari vaksin gratis menjadi vaksin berbayar. Karena itu sebaiknya rencana vaksinasi berbayar ini ditunda hingga kondisinya memungkinkan," terangnya kepada wartawan, Jumat (27/8). 

Anggota Komisi VII DPR RI ini menyebutkan, vaksinasi berbayar baru dapat dilakukan bila Pemerintah telah menyelesaikan kewajibannya memvaksin semua masyarakat. Dengan demikian vaksinasi berbayar itu sifatnya pilihan bagi siapa saja yang membutuhkan vaksin tambahan. 

"Kalau sekarang saya rasa waktunya juga kurang tepat. Saat ini masyarakat banyak yang butuh vaksin. Jadi negara harus melayani dengan baik. Bukan malah menjadikan sebagai komoditas bisnis," tegas Mulyanto.

Politisi PKS ini menambahkan, alasan Pemerintah ingin melaksanakan vaksin berbayar untuk mempercepat proses herd immunity juga kurang tepat. 

Menurutnya, vaksinasi berbayar ini justru berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk vaksin. Karena tidak menutup kemungkinan bila vaksinasi berbayar ini jadi dilaksanakan maka layanan vaksinasi gratis akan berkurang. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak punya pilihan selain ikut vaksin berbayar. 

"Kalau kondisi ini sampai terjadi saya khawatir vaksinasi bukan jadi cepat malah semakin lambat. Padahal saat ini Indonesia perlu menambah jumlah cakupan vaksinasi. Karena rasio vaksinasi kita masih jauh dari standar WHO," kata Mulyanto. 

Berdasarkan info harian dari Our World in Data persentase penduduk Indonesia yang sudah divaksin sebesar 21 persen. Dan 9,4 persen di antaranya sudah mendapat vaksin "lengkap" sementara 12 persen sisanya baru mendapat vaksin dosis pertama. 

Angka ini terpaut jauh dengan cakupan vaksinasi di India yang mencapai 33 persen dari total penduduk. Dimana 24 persen sudah mendapat vaksin lengkap dan 9,6 persen baru mendapat vaksin dosis pertama. 

Sementara kecepatan vaksin Indonesia masih di bawah 1 juta penduduk perhari. Sedangkan di India sudah mencapai 4,6 juta penduduk perhari. 

Sebelumnya, saat mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (24/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan rencana Pemerintah memberlakukan vaksinasi berbayar tahun 2022. Hal ini dimaksudkan untuk mengejar target herd immunity.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII DPR Vaksin Covid-19 PKS Mulyanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :