Kamis, 25/04/2024 08:22 WIB

Bamsoet Ingatkan Bangsa Indonesia Harus Mampu Maknai Konseptualisasi MPR

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, gagasan para pendiri bangsa diformulasi melalui perubahan Undang-Undang Dasar pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.

Pimpinan MPR RI memberikan keterangan pers usai acara memperingati Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR RI di Jakarta, Rabu (18/8/2021).

JAKARTA, Jurnas.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan, sebagai generasi pewaris, bangsa Indonesia harus mampu memaknai bagaimana proses konseptualisasi MPR yang telah melintasi waktu melalui rangkaian perjalanan sejarah yang panjang.

"Para pendiri bangsa dengan kejernihan pikiran dan keluasan wawasan yang melampaui jamannya, telah merumuskan sebuah Majelis yang dapat mewadahi kebhinnekaan bangsa Indonesia," kata Bamsoet dalam sambutan peringatan Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR RI di Jakarta, Rabu (18/8/2021).

"Karenanya, majelis yang dibentuk mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia," imbuh Bamsoet.

MPR, di dalamnya terhimpun para negarawan yang terdiri atas utusan-utusan politik, utusan-utusan dari daerah-daerah, dan utusan-utusan dari golongan-golongan.

Pilihan nama Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukanlah tanpa maksud. Dengan nama Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan Dewan atau Badan Permusyawaratan Rakyat, para pendiri bangsa ingin melukiskan keagungan, kehormatan, dan keluhuran budi lembaga ini.

"Di majelis yang agung ini berkumpul para negarawan untuk bermusyawarah, menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa," katanya.

Sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, MPR ditempatkan pada puncak dan pucuk kekuasaan negara.

Ia adalah lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, yang kekuasaannya tidak terbatas.

Dengan kedudukannya itu, MPR berwenang menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara, memilih Presiden dan Wakil Presden, memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, meminta pertanggungjawaban Presiden di akhir masa jabatannya, memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap Undang-Undang Dasar dan putusan MPR lainnya, serta membuat putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain.

Namun, setelah menempuh perjalanan yang panjang, gagasan para pendiri bangsa diformulasi melalui perubahan Undang-Undang Dasar pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.

"MPR sebagai satu-satunya lembaga negara yang berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, justru mendegrasi kedudukan dan kewenangannya sendiri," ujar Bamsoet.

Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, diturunkan menjadi lembaga negara yang berkedudukan setara dengan lembaga negara lainnya.

Alasan perubahan itu dimaksudkan untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia.

Gagasan para pendiri bangsa yang menempatkan MPR sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat dianggap mereduksi paham kedaulatan rakyat menjadi paham kedaulatan negara.

Sebuah paham yang hanya lazim dianut oleh negara yang menerapkan paham totalitarian dan/atau otoritarian.

"Tidak berhenti pada pendegradasian kedudukan, wewenang penting yang dimiliki MPR pun ikut dipangkas, yaitu dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara yang berfungsi sebagai pedoman atau arahan dalam penyelenggaraan negara," katanya.

Alasanya, lanjut Bamsoet, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat yang memiliki visi, misi, dan program pembangunan yang ditawarkan langsung kepada rakyat.

"Jika calon Presiden dan Wakil Presiden itu menang maka visi, misi, dan program pembangunan itulah yang menjadi program pemerintah selama lima tahun," ujarnya.

KEYWORD :

Kinerja MPR MPR Bamsoet Hari Konstitusi Hari Lahir MPR




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :