Kamis, 25/04/2024 08:48 WIB

UU PDP Landasan Hukum Sekaligus Menjaga Kedaulatan Negara

diikuti 150 mahasiswa dari wilayah Sumatera Utara dan sebagian wilayah Jabodetabek. 

Webinar membahas RUU Perlindungan Data Pribadi

Jakarta, Jurnas.com - RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang masih digodok DPR dan Pemerintah sudah sangat mendesak untuk disahkan menjadi undang-undang.

Pasalnya, UU PDP merupakan landasan hukum bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan negara, keamanan negara dan pelindungan terhadap data pribadi milik warga negara Indonesia dimanapun data pribadi tersebut berada.

“UU PDP akan menjadi payung hukum yang komprehensifkomprehensif," kata Ketua Komisi 1 DPR Meutya Hafid, sebagai keynote speaker dalam diskusi webinar bertajuk Urgensi Perlindungan Data Pribadi di Dunia Digital, yang diselenggarakan di Jakarta, Jumat (13/8).

Webinar via zoom yang diselenggarakan DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) itu diikuti 150 mahasiswa dari wilayah Sumatera Utara dan sebagian wilayah Jabodetabek. Adapun narasumbernya adalah Direktur Eksekutif Elsam, Wahyu Djafar dan Staf Subkoordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Kemenkominfo, Nindhitiya Nurmalitasari.

“UU PDP akan memastikan adanya unsur penegakan hukum dari RUU tersebut baik berupa sanksi administratif, sanksi pidana hingga sanksi ganti rugi,” tegas Meutya Hafid.

Senada dengan Meutya Hafid, Direktur Elsam Wahyu Djafar menyebut UU Perlindungan Data Prinadi harus memastikan bahwa data pribadi dilindungi, terlepas dari data tersebut diproses di dalam atau di luar wilayah negara.

Meski demikian, Wahyu Djafar mengungkapkan pada umumnya UU PDP di berbagai negara tidak memuat pembagian kategori data pribadi.

“Memang ada pengakuan kategori data pribadi yang memiliki kekhususan karena karakter dan perlakuan yang diberikan kepadanya,” kata Wahyu Djafar.

Ia memberi contoh, dalam hal ini misalnya data sensitif dan data yang berkaitan dengan penjatuhan hukuman pidana, pelanggaran hukum dan langkah-langkah yang terkait dengan keamanan.

“Selain itu, data prinadi anak-anak juga memperoleh perlakuan khusus (bukan sebagai data sensitif-red),” ujarnya.

Di DPR sendiri kata Meutya Hafid, Komisi 1 DPR menekankan pentingnya peran strategis pengendali data baik sebagai data controller (pengendali data) ataupun data prosesor (prosesor data).

Pada pembahasan RUU PDP di DPR, lanjut politisi perempuan Partai Golkar itu menyebutkan dari seluruh total 371 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Komisi 1 DPR telah menyelesaikan pembahasan sebanyak 143 DIM. Rinciannya dimana 125 DIM telah disetuji dan disepakati, 10 DIM di pending, 6 DIM perubahan substansi dan 2 DIM usulan baru dengan prosentasi sekitar 40 persen.

“Yang belum dibahas 228 DIM, mayoritas berkaitan dengan Lembaga Pengawas Pelaksanaan UU PDP,” katanya.

Sementara itu, Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Kemenkominfo, Nindhitiya Nurmalitasari menegaskan UU PDP menjadi kerangka regulasi yang lebih kuat dan komprehensif dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia, serta menjadi instrumen hukum kunci dalam implementasi pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran data pribadi.

KEYWORD :

RUU PDP Perlindungan Data Pribadi Komisi I DPR Meutya Hafid Kemkominfo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :