Selasa, 23/04/2024 17:11 WIB

Ombudsman Temukan Penyimpangan Serius Terkait TWK Pegawai KPK

Penyimpangan itu, yakni nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana asesmen TWK yang dibuat secara backdate atau mundur beberapa bulan sebelum pelaksanaan dilakukan.

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7)

Jakarta, Jurnas.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam penyusunan kebijakan, pelaksanaan dan penetapan hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Bahkan, dalam pemeriksaan yang dilakukan, Ombudsman menemukan adanya penyimpangan serius hingga menjurus pada persoalan hukum.

Penyimpangan itu, yakni nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana asesmen TWK yang dibuat secara backdate atau mundur beberapa bulan sebelum pelaksanaan dilakukan.

"Backdate ini penyimpangan prosedur yang  buat kami cukup serius baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/7).

Robert menjelaskan, nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021 dan kontrak swakelola ditandatangani tanggal 20 April 2021.

"Namun, dibuat dengan tanggal mundur 27 Januari 2021. Tanda tangan di bulan April, dibuat mundur tiga bulan ke belakang. Ombudsman Republik Indonesia berpemdapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur," kata Robert.

Dikatakan, nota kesepahaman ini tidak hanya menyangkut pembiayaan TWK, melainkan juga mekanisme dan kerangka kerja. Dengan demikian, Ombudsman menilai pelaksanaan TWK pegawai KPK yang mulai dilakukan pada pertengahan Maret 2021 hingga awal April 2021 cacat administrasi lantaran dilakukan tanpa nota kesepahaman dan kontrak dengan BKN.

"Ombudsman Republik Indonesia berpendapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur. Satu, membuat kontrak tanggal mundur. Kedua, melaksanakan kegiatan TWK di tanggal 9 Maret 2021 sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola," tegasnya.

Tak hanya membuat nota kesepahaman dengan tanggal mundur, Ombudsman menemukan BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen TWK tersebut. BKN, kata Robert hanya memiliki alat ukur dan asesor untik seleksi ASN.

Lantaran tidak memiliki kompetensi untuk melakukan asesmen TWK, Ombudsman menilai BKN seharusnya menolak permintaan KPK. Namun, kata Robert, BKN justru memenuhi permintaan KPK dan menggunakan instrumen yang dimiliki lembaga lain. Atas dasar ini, Ombudsman menilai BKN telah melakukan maladministrasi.

"Pada tahapan pelaksanaan asesmen TWK, ditemukan maladministrasi di mana BKN tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK. Dalam pelaksanaannya, BKN ternyata tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut. Pada akhirnya menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi AD dan pada saat pelaksanaan asesmen TWK, pihak BKN hanya bertindak selaku pengamat atau observer dan asesmen sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat (DISPSIAD), Badan Intelijen Strategis ( BAIS-TNI), Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat  (PUSINTEL AD), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN)," paparnya.

KEYWORD :

KPK Pegawai ASN TWK tes wawasan kebangsaan Ombudsman




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :